Konsep konseling memiliki
makna dan cakupan yang berbeda pada tiap periode perkembangannya. Perumusannya
telah mengalami proses dinamika sedemikian rupa sebagaimana dinamika penyelenggaraannya
dalam melayani kebutuhan dan tuntutan masyarakat, kondisi sosio-kultural yang
melingkupinya, serta interaksi dengan disiplin lainnya. Belkin (dalam Prayitno,
ed., 1988) melukiskan dinamika perumusan konsep konseling seperti layaknya
remaja puber yang mencari identitas diri, bereksperimen, berontak, banyak
keinginan, dan mencari kesempatan menonjolkan diri. Perumusan konsep konseling
(dan bimbingan) dalam periode-periode perkembangannya sekaligus berkaitan
dengan kedudukannya sebagai sebuah profesi layanan.
Periode Parsonian
Tonggak sejarah pertama
gerakan konseling ditandai dengan didirikannya Biro Vokasional oleh Frank
Parson pada tahun 1908 di Boston, dan sejumlah tokoh yang mempelopori gerakan
bimbingan di Amerika Serikat.
Pada masa awal ini,
pengertian konseling baru mencakup bimbingan jabatan. Prayitno dan Erman Amti
(1994) melukiskan periode pertama ini sebagai berikut:
|
Pada tahap awal ini, yang umumnya
disebut sebagai periode Parsonian, bimbingan dilihat sebagai
usaha mengumpulkan berbagai keterangan tentang individu dan tentang jabatan;
kedua jenis keterangan itu kemudian dipasang – dicocokkan yang pada akhirnya
menentukan jabatan apa yang paling cocok untuk individu yang dimaksudkan. Persamaan pandangan yang mendasari
gerakan bimbingan pada periode Parsonian, menurut Blocher, 1987
(seperti dikutip Willis, 2003), adalah bahwa tiap manusia mempunyai kekuatan
untuk tumbuh dan berkembang. Konsep dan kedudukan konseling pada periode
pertama, dengan demikian, adalah sebagai bimbingan jabatan dalam usaha
menempatkan dan menyalurkan kaum muda untuk menempati pekerjaan yang cocok
dengan bakat mereka sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal. |
Periode Bimbingan
Pendidikan
Periode kedua, gerakan
konseling lebih menekankan pada bimbingan pendidikan, di mana wilayah garapan
bimbingan menyangkut seluruh aspek kehidupan individu, dan pelayanan
bimbingan diintegrasikan ke dalam usaha pendidikan (Prayitno dan Erman Amti,
1994, dan Prayitno, 1988). Dalam periode ini konseling (bimbingan) menjadi
bagian dari usaha dan kegiatan pendidikan.
Periode Bimbingan
untuk Penyesuaian Diri
Periode ketiga gerakan
konseling menekankan kepada pelayanan untuk penyesuaian individu dengan dirinya
sendiri, lingkungan, dan masyarakat, (Prayitno dan Erman Amti, 1994). Dalam
periode ini, konsep “konseling” mulai mengemuka. Menurut Belkin, munculnya
konsep konseling karena disadari bahwa pekerjaan bimbingan jabatan tidak saja
menyediakan advis jabatan, melainkan juga membantu individu mengatasi
masalah-masalah hidup yang lebih rumit (Prayitno, 1988).
Periode Konseling
Perkembangan Individu
Periode keempat
perkembangan konseling memberikan perhatian kepada perkembangan individu,
terutama berkaitan dengan pencapaian tugas-tugas perkembangan, pengembangan
potensi individu mencapai kematangan, dan kedewasaannya (Prayitno dan Erman
Amti, 1994, dan Prayitno, 1988). Konsep ini menempatkan tugas-tugas
perkembangan individu sebagai sentra garapan konseling, dan karenanya kedudukan
konseling menjadi penting bagi anak didik dalam pendidikan sekolah,
serta dapat berperan dalam berbagai setting kehidupan masyarakat.
Ada periode kelima dalam
perkembangan konseling, yang berkecenderungan untuk kembali kepada konsep dan
kedudukan awal mula konseling sebagai bimbingan jabatan, dan sementara itu
berkembang pula konsep yang menekankan konseling sebagai upaya membangun
tatanan sosial dan lingkungan yang kondusif bagi kehidupan individu.
Bimbingan dan Konseling
Menuju Konseling
Konsep “konseling” yang
menguat sejak periode ketiga dan makin menampakkan wujudnya secara meyakinkan
pada periode-periode sesudah itu, dewasa ini mendapat tempat dalam
praktik-praktik konseling. Sejak periode ketiga, ketika konsep “bimbingan” dan
“konseling” seiring sejalan, konseling dirumuskan sebagai layanan utama atau
jantung hatinya bimbingan; konseling dipahami sebagai layanan wawancara tatap
muka antara konselor dan klien; dan kegiatan-kegiatan pengadministrasian,
layanan berbentuk kelompok dan klasikal, serta program lainnya dipandang
sebagai kegiatan bimbingan. Namun pengertian konseling yang mencakup
keseluruhan layanan untuk membantu perkembangan individu merupakan rumusan yang
lebih terarah dan jelas, serta mendukung pada prospek profesi konseling di
sekolah dan masyarakat luas.
Belkin (dalam Prayitno, ed., 1988) mengintrodusir istilah “konseling praktis” untuk menyatakan konseling yang mencakup semua kegiatan layanan yang bertujuan membantu perkembangan individu dan pengembangan potensi dan kemampuan individu (klien). Belkin merumuskan konseling sebagai keseluruhan proses layanan yang mencakup wawancara tatap muka, proses kelompok, aplikasi instrumentasi, kegiatan ekstrakurikuler, informasi pendidikan dan jabatan, serta berbagai kegiatan yang ditujukan untuk mengoptimalkan perkembangan individu (kien). Singkat kata, “bimbingan dan konseling” mencapai puncak periode perkembangannya ketika menjelma menjadi “konseling”.
Dalam pendidikan
sekolah, pelayanan bimbingan dan konseling mengarah kepada konseling
perkembangan. Program pelayanan konseling mengacu kepada tugas-tugas
perkembangan anak didik.Berbagai kegiatan dan layanan konseling ditujukan untuk
membantu pemenuhan tugas-tugas perkembangan siswa-siswa, dengan membekali
mereka kemampuan-kemampuan menjalani kehidupan sehari-hari secara efektif.