A. Konsep Berpikir dan Pemecahan
Masalah
1. Apakah
Berpikir Itu?
Berpikir adalah tingkah
laku yang tidak tampak. Berpikir merupakan proses manipulasi dengan menggunakan
lambang-lambang (symbols). Dengan kata lain, berpikir melibatkan
penggunaan lambang-lambang verbal dan grafis yang menggantikan atau mewakili
obyek atau peristiwa. Bahasa dan konsep adalah lambang yang terpenting bagi
manusia Karena itu, dalam berpikir seseorang tidak perlu secara
langsung melakukan suatu kegiatan yang tampak atau berhubungan langsung dengan
suatu obyek atau peristiwa.
Penampakan tingkah laku
berpikir dapat kita amati pada anak-anak yang sedang bermain balok-balok puzzle.
Ia berusaha keras agar balok-balok tersusun sedemikian rupa. Pada satu tahap,
ia berhenti sejenak sebelum melanjutkan. Dalam berhenti sejenak itu si anak
berpikir untuk memutuskan apa yang harus dilakukan berikutnya. Setelah itu, ia
kembali menyusun lagi sampai suatu tahap selesai. Kemudian berhenti lagi
sejenak; berpikir, dan menyusun lagi balok-balok yang tersisa.
Sebagaimana halnya tingkah
laku yang tampak, berpikir terentang dari yang sangat sederhana sampai kepada
yang kompleks. Berpikir pada level sangat sederhana adalah membuat asosiasi
atau hubungan tentang beberapa kategori konseptual. Misalnya, jika seseorang
menyebut “angkutan”, spontan otak kita membayangkan mobil, kereta api dan alat
angkutan lainnya. Level berpikir Anda akan lebih kompleks jika ditanya “berapa
rupiah rata-rata perhari Anda keluarkan untuk membiayai kuliah Anda?”
Jawabannya memerlukan waktu untuk berpikir dengan cara menghitung biaya
transpor, copy, makan, sewa rumah dll. Dalam hal ini Anda
tidak hanya “membayangkan” tapi juga memakai angka, penjumlahan, pembagian dll
sebagai lambang verbalnya.
Kita berpikir dalam
menghadapi dan memahami berbagai situasi atau kenyataan agar dapat memutuskan (decide), membayangkan
(figure), menyelesaikan (work), mengatur (organize),
merencanakan (plan). Semua kegiatan tersebut, secara umum, dapat
dikatakan sebagai menarik kesimpulan tentang obyek. Namun demikian, untuk
memastikan adanya proses berpikir adalah dengan melihat hasilnya, terlepas
apakah hasil itu benar atau salah. Artinya, apakah telah terjadi perubahan pada
tingkah laku dalam kaitannya dengan kondisi-kondisi tertentu.
2. Memecahkan
Masalah (Problem Solving)
Berpikir pada umumnya
adalah menarik kesimpulan, sedangkan pemecahan masalah merupakan cara yang yang
dilakukan seseorang untuk sampai kepada kesimpulan dalam hubungannya dengan
suatu persoalan atau masalah. Proses berpikir terjadi ketika kegiatan
memecahkan masalah berlangsung. Pemecahan masalah membantu menjelaskan proses
berpikir. Karena itu, kedua term ini sering digunakan secara
bersamaan dan bersinonim.
Dalam pemecahan masalah,
seseorang berhadapan dengan situasi bermasalah yang memerlukan
pemecahan; di mana ia harus membuat pilihan-pilihan, menentukan satu respon
yang tepat dan cocok dengan situasi yang dihadapi. Tahap pemecahan masalah
dapat dilakukan melalui empat tahap, yaitu: memahami dan menginterpretasikan
masalah, memunculkan berbagai opsi, menentukan solusi dan melaksanakan satu
opsi, memeriksa keberhasilan pemecahannya.
B. Proses Pemecahkan Masalah
1. Penerapan
Tahap-tahap Pemecahan Masalah
Proses pemecahan masalah
dapat berlangsung dalam empat tahapan. Di bawah ini dijelaskan penerapan
tahapan pemecahan masalah terhadap suatu masalah.
a. Memahami
dan menginterpretasikan masalah. Henri, seorang siswa kelas 1 SMA, bingung
menentukan pilihan jurusan, apakah jurusan IPA, IPS, atau Bahasa. Henri ingin
prestasi belajar tinggi dan meraih cita-citanya menjadi guru (belum ditentukan
menjadi guru mata pelajaran apa). Masalah Henri adalah memilih jurusan yang
tepat untuk meraih prestasi dan cita-citanya. Selanjutnya, Henri perlu
menghimpun informasi tentang mata pelajaran dan arah studi pada ketiga jurusan
tersebut. Kemudian menghimpun pula informasi tentang dirinya, seperti
kemampuan, bakat, minat, pelajaran yang disukai dan kurang disukai. Dengan
mengaitkan informasi-informasi tersebut, Henri akan menemukan kemungkinan pada
jurusan mana ia mampu berprestasi lebih tinggi, dan pada jurusan mana ia akan
payah, serta pada jurusan mana cita-citanya lebih mungkin terwujud. Dalam hal ini,
Henri telah memahami dan mengintrepretasikan masalahnya dengan cara
mempertanyakan: mengapa timbul masalah, apa masalahnya, di mana letak
masalahnya.
b. Memunculkan
berbagai opsi. Selanjutnya Henri perlu memunculkan
opsi-opsi berdasarkan informasi yang telah dihimpun pada langkah
pertama. Karena hanya ada tiga jurusan yang harus dipilih, maka yang tersedia
juga tiga opsi. Opsi pertama dengan memilih jurusan IPA, ia akan keteter dalam
Matematika karena kemampuannya dalam hitungan kurang memadai, namun ia sangat
berminat pada Biologi. Opsi kedua memilih jurusan IPS, kemampuannya dalam ilmu
sosial tinggi, namun ia kurang menyukai pelajaran Sejarah. Opsi ketiga memilih
jurusan Bahasa, kemampuan bahasanya cukup tinggi, namun pilihan studi lanjutan jurusan
ini sangat terbatas. Henri harus menentukan pilihan yang paling masuk akal.
c. Menentukan
solusi dan melaksanakan suatu opsi. Pilihan terhadap jurusan IPA
mensyaratkan Henri harus belajar ekstra keras dalam pelajaran Matematika. Ini
tampaknya agak sulit. Pilihan pada jurusan IPS dengan catatan ia berusaha lebih
menyukai pelajaran Sejarah. Berusaha menyukai mata pelajaran sejarah bagi Henri
agaknya lebih mudah daripada belajar ekstra keras dalam
Matematika. Dengan demikian, prioritas terhadap IPS lebih tinggi
daripada IPA. Sedangkan pilihan pada jurusan Bahasa tersangkut soal terbatasnya
peluang mewujudkan cita-cita hanya sebagai guru mata pelajaran bahasa.
Tampaknya, berdasarkan informasi yang tersedia, pilihan yang masuk akal berurut
menurut prioritas satu IPS, dua Bahasa,
dan tiga IPA. Dalam masalah ini, Henri menentukan pilihannya
masuk jurusan IPS, karena dipandang paling masuk akal.
d. Memeriksa
keberhasilan pemecahannya. Pemeriksaan ketepatan pilihan Henri
terhadap jurusan IPS dapat dilakukan, misalnya, dengan melihat hasil belajar
sepanjang satu semester pertama di jurusan IPS: apakah ia mampu lebih menyukai
pelajaran Sejarah?, apakah hasil belajarnya seperti diharapkan?, apakah hasil
belajarnya memungkinkan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi bidang keguruan?
2. Inkubasi
Seringkali berbagai
pemecahan menemukan jalan buntu, atau pilihan-pilihan yang dimunculkan dianggap
tidak menghasilkan solusi. Pada situasi ini, seseorang “menarik diri” untuk
sementara dari masalah itu dengan melakukan kegiatan lain. Namun sebenarnya,
proses pemecahan masalah terus berlangsung dalam alam bawah sadar. Masa
istirahat ini disebut masa inkubasi. Keadaan itu ibarat masuknya kuman penyakit
ke dalam tubuh dan berproses sampai timbulnya gejala-gelaja penyakit. Dalam
masa inkubasi terjadi proses dan hasil yang baik, antara lain:
- Otak
beristirahat sejenak dari berpikir keras;
- Membantu
melupakan pendekatan dan cara pemecahan yang tidak relevan;
- Membantu
menemukan pendekatan baru yang lebih mudah.
D. Teori
Berpikir dan Pemecahan Masalah
Ada tiga pendekatan
teoritis yang digunakan dalam kajian tentang berpikir dan pemecahan masalah.
Pertama adalah Teori Stimulus-Respon, yang berdasarkan pada konsep bahwa
berpikir adalah proses asosiatif. Kedua, teori yang berakar pada psikologi
Gestalt yang menekankan pada pentingnya “pola keseluruhan” daripada
“bagian-bagian terpisah” serta insight. Ketiga, teori yang memakai
konsep pemrosesan informasi dengan program komputer dalam mengkaji berpikir dan
pemecahan masalah.
1. Teori
Stimulus-Respon
Konsepsi stimulus-respon
memandang bahwa berpikir didasarkan atas proses asosiatif. Berpkir
dipandang sebagai tingkah laku trial-and-error yang tidak
tampak, sama seperti tingkah laku trial-and-error yang tampak
dalam menghadapi berbagai situasi belajar. Individu yang belajar melakukan
kegiatan melalui proses trial-and-error dalam rangka memilih
respon yang tepat bagi stumulus tertentu.
Dalam menghadapi situasi
bermasalah, seseorang menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang telah dipelajari
melalui pelaziman. Kebiasaan adalah aspek tingkahlaku yang telah menetap, dalam
penggunaannya berasosiasi kepada tingkat tantangan yang dihadapi. Kebiasaan
juga juga tersusun dalam apa yang disebut dengan hirarki rumpun-kebisaaan.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa seseorang mengahadapi suatu situasi
dengan hirarki macam-macam kebiasaan.
Menurut teori ini dalam
suatu situasi pemecahan masalah, kebiasaan akan menetap dalam
urutannya hingga berhasilnya suatu respon.
2. Teori
Gestalt
Teori psikologi Gestalt
mendekati persoalan berpikir dan pemecahan masalah dari pandangan bagaimana
individu menentukan dunianya. Berpikir dipandang sebagai mengorganisasikan
persepsi, yaitu proses di mana seseorang menangkap pola-pola keseluruhan dari
stimuli, atau makna dari bagian-bagian stimuli dalam pola keseluruhan dengan
berbagai cara. Berpikir dengan demikian adalah sebuah proses
perseptual-kognitif.
Ciri pendekatan psikologi
Gestalt terhadap pemecahan masalah tergambar pada hasil pengamatan Wolfgang
Kohler terhadap simpanse miliknya: Pisang digantung di langit-langit kandang.
Di sudut kandang diletakkan beberapa buah kotak. Simpanse mencoba menggapai
pisang beberapa kali namun gagal. Ketika beristirahat sejenak ia melihat
kotak-kotak itu. Ditariknya kotak satu demi satu kemudian ditumpuk. Dengan
berdiri di atas tumpukan kotak-kotak simpanse dapat meraih pisang. Pengalaman
simpanse yang menemukan pemecahan masalah ketika melihat kotak-kotak
disebut insight. Keberhasilan mendapatkan insight setelah melalui
pengorganisasian persepsi terhadap keseluruhan situasi masalah (pola) yang akan
diatasi. Hal ini disebut juga fenomena “Ah-Ha!”.
3. Pendekatan
Pemrosesan-Informasi
Pendekatan
pemrosesan-informasi adalah upaya memformulasikan bentuk flowchart atau urutan
kejadian, dengan penggunaan format dari program komputer. Suatu program
komputer terdiri dari rangkaian langkah-langkah atau kaidah-kaidah yang
menguraikan apa yang diperbuat komputer.
Bagaimanapun, manusia jauh
lebih baik daripada komputer. Implikasinya adalah pendekatan
pemrosesan-informasi terhadap tingkahlaku adalah sebuah program yang dapat
men-simulasi-kan proses-proses psikologis digunakan sebagai model yang sangat
abstrak dalam berpikir dan memecahkan masalah.
Beberapa macam program
untuk memecahkan masalah dapat dikembangkan. Salah satunya adalah penyelesaian
serial-letter. Masalah yang harus dipecahkan subyek adalah mengisi huruf
selanjutnya, dari contoh berikut:
B D F H
__
BTCTDT __
PXAXOYBYNZ __
Program yang dibuat untuk mengatasi masalah ini harus terpasang
secara instrinsik terhadap seri tersebut. Jika suatu program dapat berhasil
memecahkan suatu bentuk masalah, maka temuan itu dapat menyumbang kepada teori
kegiatan pemecahan masalah.
E. Teori
Perkembangan Kognitif Piaget
Proses kognitif dipandang
sangat fundamental dalam psikologi. Jean Piaget mempelajari perkembangan
kognitif manusia, dan menemukan dua proses dasar yang melatari perkembangan
kognitif: asimilasi dan akomodasi. Asimilasi
berarti “menyerap” yaitu menyerap obyek ke dalam struktur kognitif dan
memberinya makna sesuai dengan struktur kognitif yang tersedia. Contohnya, bayi
mampu memegang dan mengambil benda-benda kecil yang mudah dipegang. Pada orang
dewasa, asimilasi seperti melihat dan memastikan ke sekelilingnya bahwa semua
benda tetap sama seperti sebelumnya sehingga menciptakan rasa aman.
Akomodasi berarti “berubah”
yaitu perubahan struktur kognitif setelah mempelajari obyek atau informasi yang
baru. Dengan demikian belajar lebih merupakan proses akomodasi, di mana
seseorang menambah informasi baru untuk mengubah pengetahuan yang telah ada.
Akomodasi merupakan perkembangan dari asimilasi. Pada contoh bayi di atas,
kemampuan menggenggam berkembang menjadi kemampuan mengambil benda-benda dengan
bentuk dan ukuran yang berbeda-beda.
Perkembangan kognitif
merupakan asimilasi dan akomodasi yang terus menerus. Dengan kata lain, dalam
belajar manusia perlu “mengalami” dengan cara mengenali benda dan informasi
yang ada dan mempelajari benda dan informasi baru. Proses tersebut membuat orang
mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Perkembangan kognitif terutama
dipandang sebagai proses akomodasi.
Selanjutnya Piaget
mengemukakan empat tahap atau tingkatan perkembangan kognitif, yaitu sbb:
1. Tahap Sensorimotor (
0-2 tahun): anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungannya melalui
kemampuan inderawi dan gerakan. Piaget menemukan pada tahap ini terjadi
kecenderungan untuk mengulangi tingkah laku yang sudah dikuasai (primary
circular reaction), dan kecenderungan memanipulasi lingkungan (secondary
circular reaction), yaitu anak mengetahui suatu benda tetap ada atau
bersifat tetap walaupun tidak lagi terlihat olehnya.
2. Tahap Pra-Operasional (2-7
tahun): anak mulai mempelajari kategori konseptual dan bahasa, namun belum sampai
pada kecerdasan sesungguhnya atau konsistensi logika. Pada tahap
ini anak sudah menyadari orang lain punya pandangan yang berbeda dengan
dirinya.
3. Tahap Operasional
Konkret (7-11 tahun): proses berpikir atau tugas mental dapat
dikerjakan (operasional) asalkan obyeknya terlihat (konkret). Ada dua kemampuan
yang dikembangkan pada tahap ini: konservasi dan reversibilitas.
Konservasi adalah kemampuan menyadari suatu obyek tidak berubah volumenya
walaupun bentuk dan perspektifnya berubah. Percobaannya sebagai berikut:
-
Anak kecil melihat dua buah gelas dengan bentuk dan ukuran yang
sama dan diisi air dengan volume yang sama.
-
Kemudian air pada salah satu gelas dituang ke dalam gelas yang
lebih pendek tapi luas.
-
Anak ditanya: gelas mana yang lebih banyak isinya?
-
Anak usia 7-11 tahun menyadari bahwa volume air tetap
meski bentuk gelas berbeda, sedangkan anak berusia 6 tahun menyebut
air di gelas yang tinggi lebih banyak.
Reversibilitas merupakan kemampuan untuk memikirkan obyek seperti
pertama kali urutannya dikenali. Percoibaannya sbb:
-
Dua baris benda yang sama jumlahnya diperlihatkan kepada anak.
-
Satu baris disusun kembali dengan urutan berbeda.
-
Anak ditanya: baris mana yang bendanya lebih banyak?
-
Anak usia 7-11 tahun menyadari bahwa jumlah benda masih tetap sama
meski urutannya diubah, sedangkan anak usia 6 tahun menyatakan benda yang
diurutkan dengan jarak lebih panjang berjumlah lebih banyak.
4. Tahap Operasional
Formal (lebih dari 11 tahun): proses berpikir atau pekerjaan
mental dapat dilaksanakan dengan menggunakan pemikiran abstrak. Pada tahap ini
berpikir telah dipengaruhi oleh penalaran, pengambilan keputusan dan pilihan
solusi untuk pemecahan masalah. Anak mengembangkan kemampuan menggunakan dalil
logika seperti orang dewasa. Pemikiran kreatif dan gagasan imajinatif dapat
merupakan hasil proses berpikir operasional formal ini.
F. Saran-saran Praktis
Lima saran praktis di bawah
ini dikembangkan dari prinsip-prinsip umum berpikir dan memecahkan masalah yang
dapat digunakan untuk memecahkan situasi bermasalah sehari-hari.
1.
Pahami masalah: dengan
cara mempertanyakan apa sebenarnya permasalahan yang sedang dihadapi. Dengan
menjawab apa masalahnya sebenarnya, di mana letak masalahnya, dan bagaimana
peta masalahnya, maka kita sampai pada pemahaman terhadap masalah.
2.
Pikirkan masalah secara
seksama: dengan memahami masalah kita dapat menentukan berbagai
kemungkinan pemecahan yang tepat, serta mengingat kembali pemecahan masalah
serupa yang pernah dilakukan sebelumnya.
3.
Kenali semua kemungkinan
pemecahannya: kenali dan klasifikasikan beberapa kemungkinan pemecahan yang
timbul dari penalaran. Kita dapat membuat dafar kemungkinan pemecahan dari yang
paling sederhana sampai kepada yang kompeks.
4.
Temukan strategi
pemecahannya: pada langkah ini kita telah memahami situasi yang sebenarnya
serta telah mendapatkan kesimpulan yang tepat; pemecahan yang efektif dengan
menggunakan suatu pilihan dan pendekatan tertentu.
5.
Evaluasi kemungkinan
implementasi pemecahannya: setelah keputusan akhir
diambil, evaluasi kembali pilihan itu. Pertimbangkan implementasinya, apakah
pilihan tersebut rasional, logis, praktis dan layak? Jika kita sudah
berketepatan hati, maka lakukanlah rangkaian tindakan yang harus dilakukan.*
DAFTAR BACAAN
Bacaan
Utama:
Henry C.
Ellis. 1978. Fundamentals of Human Learning, Memory, and Cognition. Dubuque
Iowa: Wm C Brown Company Publishers.
Bacaan
Pendukung:
Diane E.
Papalia and Sally Mendkos Olds. 1985. Psychology. McGraw-Hill Book
Company.
Edrward
De Bono. Berpikir Lateral. 1989. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Jalaluddin
Rakhmad. 1986. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nigel C. Benson dan Simon Grove,
Ed: Richard Appignanesi. 1998. (terj: Medina Chodijah, 2000). Mengenal
Psikologi For Beginners. Bandung: Mizan.
