3. Kecerdasan Emosi
Raso dibaok naiak, pareso dibaok turun.
Rasa dibawa naik, periksa dibawa turun.
Patatah-petitih ini menganjurkan agar rasa (emosi) yang sedang melanda diri kita dipikirkan dengan rasional atau otak (dibawa naik). Sebaliknya, pikiran rasional (periksa) ditimbang dengan rasa (dibawa turun).
Dalam teori Emotional Intelligence, keseimbangan rasional dan emosional merupakan kunci kecerdasan emosional (EQ). EQ ditunjukkan dengan kemampuan menyadari dan mengendalikan emosi diri, serta mengimplementasikan emosi tersebut secara rasional.
Kemampuan EQ terlukis dalam bidal berikut:
Nanang saribu aka, haniang ulu bicaro, pikia palito hati, dek saba bana mandatang.
Tenang seribu akal, hening (diam) hulu bicara, pikir pelita hati, karena sabar kebenaran akan tiba.
Suatu masalah, kesulitan dan tantangan dapat dihadapi dengan baik apabila kita senantiasa bersikap tenang, mawas diri, berpikir rasional dan bersabar.
Ketenangan (tidak gusar) akan menimbulkan berbagai gagasan tentang cara-cara yang mungkin ditempuh untuk menyelesaikan masalah (seribu akal). Ketenangan diiringi dengan hening (diam), terutama ketika kita menghadapi pertanyaan dan perdebatan yang tidak perlu. Diam juga dapat diartikan sebagai berbicara kepada diri sendiri (selftalk).
Kemampuan untuk tetap tenang dan banyak diam akan membawa pada berpikir dengan akal sehat untuk menghasilkan gagasan dan pikiran yang mencerahkan.
Puncak dari kecerdasan emosi itu sesungguhnya adalah kesabaran. Sabar tidak lain daripada pengendalian segala macam jenis emosi agar tidak memicu tindakan yang dapat merugikan. Dalam kondisi emosi yang terkendali maka kita mampu melakukan usaha-usaha penyelesaian yang telah dipikirkan secara rasional.
Konseling Tradisi merupakan upaya pengembangan konten layanan konseling yang bersumber dari tradisi dan kearifan lokal, dalam hal ini khususnya Adat Minangkabau. Konten diambilkan dari berbagai Prosa Minangkabau. Panakiak pisau sirauik, ambiak galah batang lintabuang, silodang ambiak ka niru (sampiran talibun). Satitiak jadikan lauik, nan sakapa jadikan gunuang, alam takambang jadikan guru. Setitik jadikan laut, yang sekepal jadikan gunung, alam terkembang jadikan guru. |
