Uraian
tentang konsep, kedudukan, serta peran dan fungsi konseling mengisyaratkan
adanya sejumlah tantangan dan sekaligus peluang profesi konseling di sekolah
maupun di masyarakat. Tantangan itu terutama berkaitan dengan peran dan fungsi
konselor. Pekerjaan konseling sekolah berhubungan dengan perkembangan dan
masalah-masalah kehidupan yang dihadapi siswa. Membekali siswa agar siap
menghadapi masa depan merupakan bagian
dari peran seorang konselor (Hays and Johnson, dalam Prayitno, ed., 1988).
Menurut Hays and Johnson, keprihatinan
tentang masa depan berhubungan dengan terorisme, kekacauan politik, pertambahan
penduduk, dan masalah ekonomi.
Konselor
seyogyanya mengambil peran dan tanggungjawab yang nyata dalam membantu
perkembangan pribadi siswa menghadapi masa depan yang berat itu. Meryck &
Witner (1972) seperti dikutip Prayitno (1990) mengemukakan lima peran konselor,
yaitu sebagai konselor (dalam arti khusus menangani individu bermasalah),
sebagai konsultan, sebagai anggota tim kerja, sebagai pengelola, dan sebagai
sumber informasi dan layanan bagi masyarakat. Castieden, dkk (1983), menurut
Prayitno (1990), menambahkan peran
konselor sekolah masa depan sebagai generalis (yang tugasnya bersentuhan
dengan seluruh wilayah kegiatan sekolah), dan sebagai spesialis (menyelenggarakan
teknik-teknik pelayanan individual dan kelompok).
Peranan
konselor sekolah tersebut sebetulnya sangat unik yang berbeda dengan peran
personil lainnya, yang karenanya harus dikerjakan secara profesional oleh
orang-orang yang mendapatkan pendidikan konselor dan memiliki komitmen kuat
terhadap profesi ini. Peran dan fungsi konselor masa depan semakin dibutuhkan
apabila konselor hari ini menyiapkan diri untuk peran-peran yang lebih berat
itu.
Di
Indonesia, pekerjaan konseling di sekolah telah mendapatkan legalitas formal
dengan undang-undang, peraturan pemerintah, dan SK menteri. Hal ini akan sangat
memberikan keleluasaan yang besar bagi konselor sekolah untuk mewujudkan
peran-peran profesionalnya. Oleh karena itu, konselor sekolah seyogyanya memacu
diri meningkat kemampuannya.
Kita
melihat bahwa peran dan fungsi konselor sekolah sebagai generalis
dan spesialis sangat relevan dengan tuntutan pendidikan sekolah
dewasa ini di Indonesia. Hal ini terutama berkaitan dengan penerapan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK). Pelayanan konseling dalam KBK difokuskan pada
pengembangan kompetensi dan kebiasaan siswa agar kemudian diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari yang efektif.
Sehubungan
dengan hal ini, Prayitno (2004) menyatakan:
|
Pengembangan kompetensi merupakan arah dan
sekaligus isi utama Kurkulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang diberlakukan di
sekolah. Dalam kaitan ini Guru Pembimbing atau Konselor Sekolah menyukseskan
KBK melalui pelayanan konseling yang menjadi tugas profesionalnya. Pelayanan
ini sepenuhnya terintegrasikan ke dalam keseluruhan kegiatan sekolah
|
Pengembangan
kompetensi dan kebiasaan siswa melalui pelayanan konseling sebenarnya tidak
lain daripada bagian pekerjaan profesional yang selama ini semestinya telah
dilaksanakan dalam konseling. Karena keterbatasan pelaksananya dan hambatan
yang ada layanan untuk pengembangan kompetensi itu kurang teraktualisasikan.
Konsep
konseling yang dituangkan dalam pola konseling di sekolah meliputi bidang
bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karir. Bidang-bidang tersebut
dilaksanakan dengan layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran,
pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok,
konsultasi, dan mediasi. Layanan-layanan ini dapat dilaksanakan dalam format
lapangan, klasikal, kelompok, individual, dan “politik konseling.” Pelaksanaan
layanan konseling diperkuat dengan kegiatan pendukung aplikasi instrumentasi,
himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alihtangan kasus.
Pelaksanaan
pola yang meliputi bidang, jenis layanan, dan kegiatan pendukung konseling itu
dilakukan dalam lingkungan sekolah sebagai setting, dan terhadap siswa-siswa
sebagai warga sekolah. Untuk itu, konselor sekolah perlu memahami sekolah
sebagai sebuah lingkungan pendidikan formal; filosofi; prosedur administratif
dan manajerialnya; struktur, kultur, dan interaksi warganya, dan kemudian menempatkan program-program
konseling secara tepat di dalamnya (perekayasaan), yaitu lingkungan yang
reseptif dan kondusif bagi pengembangan kompetensi dan kebiasaan siswa.
Konselor sekolah sekaligus mampu menerapkan teknik-teknik layanan individual
dan kelompok untuk membangun perilaku pada diri siswa agar sejalan dengan
perekayasaan lingkungan dimaksud.
Berkaitan
dengan konsep Castieden, dkk (1983) tentang konselor generalis dan spesialis,
dalam hubungan ini konselor sekolah sebagai generalis perlu terlibat dalam
penyusunan visi, misi dan program-program sekolah, menunjukkan pengaruh, leadership.
Pendek kata, konselor generalis sangat proaktif dalam manajemen sekolah.
Sedangkan sebagai konselor spesialis, ia merupakan pribadi yang lincah,
tanggap, komunikatif, berwawasan, dan concern
terhadap kehidupan siswa sebagai remaja yang sedang mengalami perkembangan dan
perubahan.