A. Perubahan yang
Serba Cepat
Pada masa pubertas,
anak telah berada dibangku SMP dan/atau SMA. Usianya antara 12-16 tahun. Ia
mulai meninggalkan dunia kanak-kanaknya. Fisiknya tampak cepat berubah,
disebabkan pemasakan kelenjar endokerin yang mengalir ke saluran darah. Proses
dalam jaringan kelenjar tubuh si anak mengeluarkan hormon yang kemudian
menghasilkan stimulasi hormonal ke bagian-bagian tubuhnya. Ini adalah proses
alamiah pematangan jasmani atau seksual. Tanda awalnya adalah haid bagi wanita,
dan keluar sperma (saat mimpi) pada anak laki-laki. Tanda-tanda lainnya, pada
wanita antara lain pinggul membesar dan melebar, kelenjar dada berisi, muka
bulat dan berisi, suara merdu dan tinggi. Pada diri anak laki-laki, di
antaranya, tumbuh rambut kumis dan janggut, badan membentuk segitiga, muka
bertambah persegi, urat-urat menguat, suara makin besar dan berat.
Perubahan fisiologis
tersebut menimbulkan suasana kejiwaan dan emosional yang sama sekali baru.
Kemudian menjelma dalam perubahan sikap dan perilaku sehari-hari. Misalnya
dalam mimik, cara dan kata-kata ketika berbicara, cara tertawa, gaya
berpakaian, mengatur rambut, sampai pada aksi ketika berjalan.
Bersamaan dengan
perubahan tingkah laku itu, menurut ahli psikologi, dalam diri remaja sering
muncul konflik. Dalam dirinya ada gejolak untuk melepaskan diri dari kebijakan,
kekuasaan dan perintah orang tua, keluarga dan orang dewasa lainnya. Ia tidak
ingin dianggap masih anak-anak. Sementara itu, tentu saja dalam memenuhi
berbagai kebutuhannya, ia belum mampu melepaskan ketergantungan kepada orang
tua. Walhasil, konflik itu menimbulkan perasaan negatif dalam diri si remaja.
Kondisi tersebut biasanya berlangsung sekitar setahun dalam masa remaja awal.
Biasanya lebih cepat atau lebih lama, tergantung pada irama dan tempo
perkembangan serta respon-respon lingkungan.
1. Masa Pencarian Jati Diri
Dalam masa
pra-pubertas hingga berakhirnya masa remaja (bangku sekolah menengah pada usia
12-20 tahun), diri remaja dipenuhi pertanyaan tentang dirinya sendiri. Ia
tengah ”mencari” dirinya. Mencari aku dan identitasnya. Menurut teori Psikologi
Humanisme, yang pokok pada tahap ini adalah perkembangan konsep diri (self
concept). Keberhasilan perkembangan konsep diri menjadi sangat penting
karena menyangkut bagaimana cara seseorang berpikir, bersikap dan bertindak
dalam kehidupan sosialnya. Pendek kata, perilaku kehidupan seorang remaja, dan
bahkan sampai ia dewasa, sangat ditentukan oleh bagaimana konsep dirinya.
Minimnya perkembangan konsep diri pada masa remaja menimbulkan kebingungan
terhadap dirinya sendiri, dan lebih gawat, jika gagal, menyebabkan putusnya
hubungan dirinya dengan realitas kehidupan.
2. Perilaku Khas Remaja
Proses fisiologis,
pematangan emosional maupun perkembangan konsep diri masa remaja pada gilirannya
menjelma dalam perilaku khas remaja. Khas, karena ini merupakan suatu masa ia
tengah berjuang melepaskan diri dari dunia anak-anaknya, dan sampai pada
keinginan meraih pengakuan sebagai ”manusia dewasa”. Beberapa di antaranya
adalah:
a.
Suka menentang. Ada anggapan dalam
diri remaja bahwa lingkungan membatasi keinginan dan kebebasannya. Karena itu
ia merasa perlu menentangnya. Penentangan itu diwujudkan melaui
tindakan-tindakan, yang dalam pandangan sebagian orang dewasa, kurang normatif
dan mengganggu kemapanan. Namun, jika dicoba memahaminya, perilaku ”aneh” para
remaja itu, sejauh tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain, boleh-boleh
saja.
b.
Galau. Banyak hal yang diinginkan seorang
remaja. Tidak seperti kanak-kanak yang senang di rumah dengan oran tua, remaja
ingin bermain ke luar rumah. Ia ingin mencari pergaulan yang lebih luas. Ingin
pergi bersama teman-teman ke berbagai tempat yang menyenangkan. Ia juga ingin
memiliki sesuatu (sepeda motor atau pakaian misalnya) supaya dirinya dipandang
lebih ”hebat”. Namun tentu saja, tidak semua bisa didapatkannya. Hal ini
seringkali menyebabkan ia menjadi galau.
c.
Lemahnya kendali diri. Suatu ketika
seorang remaja menganggap segala sesuatunya begitu mudah. Tidak ada masalah. Ia
bisa tampak tenang dan penuh percaya diri dan sedikit cuek menghadapi
suatu masalah. Tapi seketika pula percaya dirinya bisa anjlok. Ia menjadi
pesimis. Lantas mencela dan mencemooh orang lain, membesar-besarkan suatu
kejadian, bahkan mencaci-maki dan berkelahi.
d.
Gelombang keakuan. Pada suatu waktu si
remaja menjadi sangat egois, kurang solider dan hanya tahu kepentingan dirinya
saja. Tak peduli pada kebutuhan orang lain. Namun dalam waktu singkat, ia
menjadi suka menolong, membantu orang lain, bahkan berjuang untuk kepentingan
orang lain.
e.
Bersemangat dan patah hati. Kadang-kadang ia
suka bekerja keras (misalnya membantu orang tua), dirinya penuh semangat dan
ingin melakukan banyak hal. Tapi seketika si anak remaja berubah pemalas, tidak
mau sesuatu apa pun, ia mengurung dirinya dan tidak mau bergaul, tidur hingga
siang.
f.
Tertawa-menangis.
Emosi senang dan sedihnya seperti tak berpematang. Seorang remaja tertawa ceria
dan kegirangan karena memperoleh sesuatu yang diidamkannya. Tapi mendadak ia
bisa bermuram durja, menangis tersedu-sedu, karena suatu hal yang oleh orang
lain mungkin sepele.
B. Tugas Tugas Perkembangan
Tugas-tugas
perkembangan, yakni kondisi dan kemampuan yang pada waktunya dimiliki individu
dalam perkembangan yang normal. Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja,
antara lain:
1.
Menerima perubahan dan keadaan fisik. Perubahan
fisiologis yang berlangsung cepat pada diri remaja kadangkala menimbulkan
kebingungan dan goncangan yang berlebihan. Goncangan bisa timbul dalam diri
remaja karena kenyataan perbedaan keadaan fisik dengan teman, seperti rupa
wajah, besar-kecilnya tubuh maupun cacat fisik (kalau ada). Perbedaan peran
gender, sebagai laki-laki atau perempuan, juga dapat menimbulkan rasa bingung.
Untuk itu diperlukan informasi dan bantuan agar para remaja memahami perubahan
itu sebagai hal yang wajar dan alamiah, serta siap dan menerima kenyataan fisik
dirinya.
2.
Melepaskan ketergantungan emosional pada orangtua dan orang dewasa lainnya. Orangtua
dan orang dewasa lainnya (seperti kakak, paman dsb) biasanya mendominasi
kehidupan emosional anak-anak. Pada masa remaja, dominasi itu berangsur berkurang.
Remaja mulai belajar merasakan gejolak rasa senang, sedih, marah dan takut pada
dirinya sebagai pengalaman pribadi dan kondisi obyektif dirinya. Namun tidak
jarang terjadi perlakuan orangtua kurang sejalan dengan perkembangan jiwa
remaja sehingga ketergantungan emosional pada orangtua tetap kuat. Ini masalah.
Salah satu pencapaian tugas perkembangan terhambat. Pada kasus semacam ini,
saling pengertian dan memahami orangtua-anak perlu dikembangkan.
3.
Mencapai tingkah laku sosial yang bertanggung jawab. Dalam
pengalaman dan interaksi sosialnya, remaja mulai menyadari bahwa kehidupan
masyarakat mempunyai aturan, norma dan hukum. Setiap tindakan yang melanggar
dan menyimpang akan menerima risiko. Karena itu tiap individu perlu
mempertimbangkan secara sosial tindakan-tindakan yang akan diambilnya.
”Semau-gue” dan merugikan orang lain merupakan tindakan melanggar norma dan
hukum. Perkembangan kesadaran semacam ini pada remaja dipengaruhi
oleh rasa keadilan dalam keluarga dan masyarakat, serta tegaknya hukum dalam
kehidupan masyarakat.
4.
Menguasai konsep yang diperlukan sebagai warga negara. Ada
undang-undang, peraturan dan hukum serta aparatnya untuk menegakkan aturan
dalam kehidupan bersama, dan ada institusi-institusi, komponen masyarakat
maupun kekuatan-kekuatan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semua
itu mulai dikenal dengan baik oleh remaja, sebagai warga negara, warga
masyarakat dan warga sekolah ia punya hak dan kewajiban yang hendaknya
dijalankan sebagaimana mestinya. Ada kesadaran dalam diri remaja bahwa jika ia
mengabaikan hak dan kewajibannya maka ia akan rugi dalam menjalani kehidupan
ini.
5.
Membentuk nilai-nilai pribadi yang sesuai untuk hidup dalam dunia
kenyataan. Dunia anak-anak penuh fantasi. Remaja hendaknya mulai menyadari
bahwa dirinya hidup di dunia nyata yang penuh tuntutan dan tantangan, hambatan
dan masalah. Hidup harus berjuang. Untuk meraih sesuatu perlu usaha dan kerja
keras. Supaya berhasil, ia harus jujur, adil, menghargai orang lain, realistis
dsb.
Beberapa Penghambat
Pemerolehan
tugas-tugas perkembangan remaja, khususnya bila berkenaan dengan interaksi
sosial, karena terhambat berbagai hal, di antaranya:
1.
Pengalaman buruk. Adanya
peristiwa atau pengalaman tragis pada masa anak-anak yang
mengakibatkan luka dan trauma. Ada remaja yang memendam luka dan trauma di
alam bawah sadarnya (ketidaksadaran). Mungkin karena suatu peristiwa
dalam keluarga, masalah orang tua dan kejadian dalam masyarakat.
2.
Kurangnya bimbingan. Bimbingan dalam
keluarga, bagaimanapun, adalah yang utama. Orangtua yang kurang
harmonis atau terlalu sibuk sehingga seringkali mengabaikan
anak-anak merupakan sumber utama masalah masa remaja. Orang tua adalah
”faktor yang tidak bisa dikuasai anak, namun sangat berpengaruh dalam kehidupan
anak”. Karena itu pengertian dan bimbingan orangtua menjadi penting dalam
pencapaian tugas perkembangan remaja.
3.
Krisis keteladanan. Remaja awal
memerlukan model. Ia mengidentifikasikan dirinya pada tokoh idolanya. Bisa saja
dalam lingkungan tertentu seorang remaja tidak menemukan seorangpun yang bisa
dicontoh-teladaninya. Dalam keadaan seperti ini, remaja mungkin mencontoh
perilaku orang-orang yang tidak patut dicontoh.
4.
Tidak ada waktu untuk bergaul. Remaja awal
membutuhkan sosialisasi yang lebih luas dengan teman sebaya dan masyarakat.
Sebagian remaja, karena factor sosial dan ekonomi orang tua, tidak
mendapatkan kesempatan itu. Misalnya, ia terpaksa berkungkung dalam pekerjaan untuk
menyambung hidup keluarga. Dalam kasus seperti ini, hendaknya dicari peluang,
kesempatan dan kompromi yang sebaik-baiknya agar remaja memperoleh waktu untuk
bergaul dan bersosialisasi.
C. Masalah
dalam Masa Remaja
1.
Karakteristik Masalah dalam Masa Remaja
Peserta didik SMA berada pada masa
remaja (adolescence). Arti adolesen mencakup kematangan mental,
emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja ditandai oleh perubahan-perubahan
psikologis dan fisik yang pesat. Remaja telah meninggalkan masa anak-anak, tapi
ia belum menjadi orang dewasa. Remaja berada dalam masa peralihan atau
transisi.
Remaja mengalami berbagai masalah
sebagai akibat perubahan-perubahan itu dalam interaksinya dengan lingkungan.
Sebagian masalah-masalah itu berkaitan dengan dinamika hubungan remaja dan
orang tuanya ataupun dengan orang dewasa lainnya yang berperan sebagai orang
tua, antara lain sebagai berikut:
a. Otonomi dan
Kedekatan.
Isu utama relasi orang tua atau orang
dewasa dan remaja adalah masalah otonomi dan kedekatan (attachment).
Bahwa selain memasuki dunia yang terpisah dengan orang tua sebagai salah satu
tanda perkembangannya, remaja juga menuntut otonomi dari orang tuanya. Remaja
ingin memperlihatkan bahwa merekalah yang bertanggungjawab atas keberhasilan
dan kegagalan mereka, sebagian mereka menolak bantuan orang tua dan guru-guru.
Otonomi terutama diraih melalui reaksi orang-orang dewasa terhadap keinginan
mereka untuk memperoleh kendali atas dirinya. Orang tua yang bijaksana, dengan
demikian, akan melepaskan kendali di bidang-bidang di mana anak remajanya dapat
mengambil keputusan yang masuk akal sambil tetap terus membimbing.
Dalam meraih otonomi, kedekatan dengan
orang tua atau orang dewasa lainnya pada masa remaja dapat membantu
pengembangan kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja, seperti harga
diri, penyesuaian emosi, dan kesehatan fisik. Artinya, selama masa remaja
keterkaitan dan kedekatan dengan orang tua sangat membantu pengembangan
bidang pribadi dan sosial remaja. Dalam arti sebaliknya, kurangnya attachment akan
menimbulkan masalah otonomi yang disertai akibat-akibat psikologis dan sosial
negatif pada diri remaja.
b. Keinginan
Mandiri
Banyak remaja yang
ingin mandiri. Mereka berkeinginan mengatasi masalahnya sendiri. Meski
begitu, jiwa para remaja itu membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari
ketergantungan emosi pada orang tua atau orang dewasa lainnya. Hal ini
mengisyaratkan bahwa masalah-masalah remaja yang disebabkan oleh kurangnya
pengalaman, wawasan dan informasi tentang tingkah laku yang seharusnya mereka
ambil dapat diatasi dengan mudah, namun masalah yang bersumber dari hubungan
emosional dengan orang tua atau orang dewasa lainnya memerlukan pengertian dan
bantuan dari orang tua atau orang dewasa itu sendiri.
Kurang terpenuhinya
kebutuhan rasa aman dari orang tua merupakan salah satu sumber masalah lemahnya
kemandirian anak remaja. Masalah semacam ini dapat dientaskan dengan bantuan
orang tua atau orang dewasa lainnua sehingga masalah-masalah yang lebih ringan
dapat diselesaikan sendiri oleh sang anak.
c. Masalah Identitas
Diri
Masa remaja adalah
ketika seseorang mulai ingin mengetahui siapa dan bagaimana dirinya serta
hendak ke mana ia menuju. Teori terkemuka mengenai hal ini dikemukakan oleh
Erikson, yaitu identitas diri versus kebingungan peran yang
merupakan salah satu tahap tugas perkembangan rentang kehidupan.
Penelitian mengenai hubungan gaya pengasuhan orang tua dengan perkembangan
identitas menujukkan bahwa orang tua demokratis mempercepat pencapaian
identitas, orang tua otokratis menghambat pencapaian identitas, dan orang tua
permisif meningkatkan kebingungan identitas, sedangkan orang tua yang mendorong
remaja untuk mengembangkan sudut pandang sendiri, memberikan tindakan
memudahkan akan meningkatkan pencapaian identitas remaja.
Tampak bahwa perkembangan identitas diri pada masa remaja sangat
dipengaruhi oleh perlakuan orang tua atau orang deawasa lainnya. Penyelesaian
masalah-masalah remaja yang berhubungan dengan pencarian identitas diri, secara
demikian, memerlukan keterlibatan orang tua atau orang dewasa lainnya secara
tepat dan efektif.
2. Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja
merupakan masalah masa remaja yang berdimensi luas. Masalah ini mencakup
berbagai tingkah laku sejak dari tampilan tingkah laku yang tidak dapat
diterima secara sosial hingga tindakan kriminal. Karenanya, akibat-akibat
kenakalan remaja dapat berhubungan dengan persoalan sosial yang luas serta
penegakan hukum. Apa pun akibatnya, kenakalan remaja bersumber dari kondisi
perkembangan remaja dalam interaksinya dengan lingkungan. Kenakalan remaja yang
disebabkan faktor orang tua atau orang dewasa lainnya antara lain adalah
kegagalan memantau anak secara memadai, dan pendisiplinan yang tidak
efektif. Penyimpangan sikap dan perilaku remaja ditimbulkan oleh berbagai
kondisi yang terjadi jauh sebelumnya, antara lain oleh kegoncangan emosi,
frustrasi, kehilangan rasa kasih sayang atau merasa dibenci, diremehkan,
diancam, dihina, yang semua itu menimbulkan perasaan negatif dan kemudian dapat
diarahkan kepada setiap orang yang berkuasa, tokoh masyarakat dan pemuka
agama dengan meremehkan nilai-nilai moral dan akhlak.
Pengentasan masalah
remaja yang berhubungan dengan kenakalan tidak hanya memerlukan perubahan
insidental pada sikap dan perlakuan orang tua atau orang dewasa lainnya serta
berbagai elemen dalam masyarakat, melainkan juga dengan pengungkapan dan pemahaman
mendalam terhadap faktor-faktor timbulnya tingkah laku yang tidak dikehendaki
itu. Artinya, diperlukan penelusuran terhadap kehidupan yang dilalui sebelumnya
dengan pendekatan dan teknik bantuan profesional. Kehidupan remaja tersebut
sebagian besarnya terkait dengan kehidupan dalam keluarga dan kondisi orang tua
mereka.
DAFTAR BACAAN
Ahmadi. 1991. Psikologi
Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Bobby DePorter, dkk
(Terj: Ary Nilandari). 2000. Quantum Teaching Mempraktikkan Quantum
Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: Kaifa.
_____________ (Terj:
Alawiyah Abdurrahman). 2001. Quantum Learning Membiasakan Belajar
Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.
Clifford T. Morgan.
1986. Psikologi Sebuah Pengantar. Jakarta: Pradnya Paramita.
Cronbach, Lee J.
1987. Educational Psychology. New Harcount Hrace.
Daniel Goleman
(Alihbahasa: T. Hermaya). 1996. Kecerdasan Emosional. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Hurlock, Elzabeth.
(terj. Istiwidayanti,1999). Psikologi Perkembangan Edisi kelima.
Jakarta: Erlangga.
Indra Djati Sidi.
2001. Menuju Masyarakat Belajar Menggagas Paradigma Baru Pendidikan.
Jakarta: Paramadina.
Jalaluddin Rakhmad.
1986. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Kartini Kartono. 1991. Bimbingan
bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah. Jakarta: Rajawali Pers.
Lawrence E. Shapiro
(Alihbahasa: Alex Tri Kantjono). 1997. Mengajarkan Emotional
Intelligence pada Anak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Muhibbin Syah.
1999. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Ngalim Purwanto.
2000. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Prayitno dan Erman
Amti. 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sean Covey
(Alihbahasa: Drs. Arvin Saputra). 2001. 7 Kebiasaan Remaja yang Sangat
Efektif. Jakarta: Binarupa Aksara.
Siswanto Agus Wilopo,
Edy Hasmi, Ninuk Widiantoro, Pria Subroto, Ade Armando, Wijanarko Setiawan,
Irwan Mertua Hidayat, Kemal Siregar, dan Joko Sulistio. 2001a. Tanya
jawab Hak-hak Reproduksi. Jakarta: BKKBN Yayasan Mitra Inti.
________
2001b. Tanya Jawab Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: BKKBN
Yayasan Mitra Inti.
________
2002. Membantu Remaja Memahami Dirinya. Jakarta: BKKBN.
Stephen R. Covey
(Alihbahasa: Drs. Budijanto). 1997. 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat
Efektif. Jakarta: Binarupa Aksara.
Zainuddin.1994. Andragogi. Bandung:
Penerbit Angkasa