Fungsi Pemahaman Pelayanan BK yang Menjangkau Era Revolusi Industri 4.0



Beberapa tahun ke depan kita bisa mendesain sendiri sepatu dan asesoris fesyen lainnya, berbagai peralatan dan suku cadang, desain rumah, dan kemudian dicetak dengan 3D printing memakai material nano composite (gabungan plastik dan besi). Orang bisa memesan organ tubuh yang rusak, dokter dapat menegakkan diagnosa dan memantau pasien dari jarak jauh dengan telemedicine yang menggunakan sensor tersambung ke internet. 

Semua proses produksi menggunakan komputer dan robot, prosedur kerja menjadi sangat efisien dan mengurangi tenaga manusia. Kemajuan teknologi Era Revolusi Industri 4.0 tersebut, sebagiannya sudah dapat dinikmati dan akan terus berkembang.

Tanpa bisa dihambat, era industri keempat melaju, dan pada waktu yang sama  mengurangi tenaga manusia dalam operasionalnya. Padahal menurut prediksi Work Employment and Social Outlook Trend 2017 jumlah orang yang menganggur secara global pada 2018 diperkirakan mencapai lebih 200 juta jiwa. Tidak terkecuali Indonesia, bonus demografi pada 2030-2040 dan menyambut generasi emas 2045, jumlah penduduk usia produktif diperkirakan mencapai 65 persen dari total penduduk Indonesia yang mencapai 297 juta jiwa.

Ledakan angkatan kerja merupakan masalah besar bangsa kita, diperburuk oleh menciutnya daya saing bangsa. Muhammad Yahya (2018) menyebut “Pengangguran dan daya saing sumber daya manusia menjadi tantangan yang nyata bagi Indonesia.” Menurut Bank Dunia (2017) pasar kerja membutuhkan multi-skills lulusan yang ditempa oleh satuan dan sistem pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi. Besarnya jumlah usia produktif dan kecilnya daya saing itu akan menjelma menjadi beban berat bangsa ini jika tidak mempersiapkan diri memasuki era revolusi industri 4.0.

Penyiapan generasi muda kita menghadapi tantangan abad milenial-global itu terutama mulai dilakukan melalui bidang pendidikan. Dalam dua tahun terakhir dinamika dan arah pengembangan kurikulum pendidikan kita bergegas mengantisipasi tantangan ini. Tampak bahwa kebijakan dan pengembangan Kurikulum 2013 mengarah pada pembelajaran transformatif. Di antaranya dengan mengintegrasikan sejumlah komponen ke dalam proses pembelajaran, yaitu: (1) Kemampuan belajar dan berinovasi (berpikir kritis dan penyelesaian masalah, kreativitas dan inovasi, komunikasi, kolaborasi); (2)  Literasi digital (literasi informasi, literasi media, literasi teknologi); (3) Kecakapan hidup (fleksibilitas dan adaptabilitas, inisiatif dan mandiri, interaksi lintas sosial-budaya, produktivitas dan akuntabilitas, kepemimpinan dan tanggung jawab); (4) Karakter (penguatan karakter: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, integritas) (Kemendikbud, 2017).

Meskipun Era Revolusi Industri 4.0 sudah di depan mata, tidak serta merta proses pembelajaran di sekolah dengan kurikulum teranyar ini menjadi sangat transformatif. Masalahnya, bukanlah perkara gampang menggeser pembelajaran transaksional (guru mengajar, murid diajar) ke pembelajaran yang mengubah diri siswa kepada suatu kondisi baru melalui pembahasan materi pelajaran. Tampak bahwa pembelajaran di kelas sebagai kegiatan utama, perlu didukung penuh oleh bidang kegiatan lainnya.

Di sekolah menengah, BK merupakan bidang kegiatan layanan yang memiliki fungsi berbeda dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran dan administrasi. Fungsi-fungsi BK mencakup spektrum cukup luas yang pada pokoknya mendukung siswa menjalani proses pendidikan terbaik. Dalam kaitannya dengan implementasi kurikulum dan pembelajaran transformatif menghadapi era industri baru ini, layanan BK hendaknya mengambil tempatnya yang paling fungsional. Pertanyaannya kemudian adalah: bagaimanakah meningkatkan daya dukung BK terhadap pencapaian terbaik siswa di sekolah menengah dalam pembelajaran transformatif dan menyiapkan mereka menghadapi era revolusi industri 4.0?

Pembelajaran Transformatif dan Tantangan Era Revolusi Industri 4.0

Seperti tampak pada komponen yang diintegrasikan ke dalam Kurikulum 2013, pembelajaran dituntut menghasilkan siswa pembelajar dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi, literat, mampu survive dan bersiang dalam kehidupan global, sekaligus memiliki karakter kuat sebagai anak bangsa. Secara demikian, pencapaian siswa tidak hanya bertumpu pada penguasaan materi pelajaran, melainkan juga pada perubahan cara berpikir, bersikap dan berperilaku.

Metode pembelajaran di kelas-kelas sekolah kita dalam beberapa tahun terakhir mengalami perubahan cukup besar. Sebagian guru-guru telah mampu menerapkan berbagai model pembelajaran yang menciptakan suasana belajar aktif, kreatif dan inovatif. Bahkan pengubahan kompetensi inti (KI) sikap dan karakter diarahkan melalui pembelajaran-tidak langsung (indirect teaching) berupa keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah, dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran, serta kebutuhan dan kondisi siswa (Kemendikbud, 2017). Pendek kata, guru tidak hanya mengaktifkan siswa selama proses pembelajaran tetapi juga menunjukkan tindakan nyata sehari-hari.

Pengukuran pencapaian pembelajaran telah dilaksanakan dengan pengujian dan penilaian hasil belajar yang lebih subtantif dan komprehensif. Pengujian tingkat penguasaan materi pelajaran dengan taraf berpikir HOTS (Higher Order of Thinking Skill), serta penilaian terhadap sikap dan perilaku sehari-hari secara cermat.  

Semua pihak menaruh optimisme terhadap pembelajaran yang benar-benar memperkembangkan segenap potensi siswa itu. Karenanya, pembelajaran transaksional yang hanya bersifat hafalan, mengulang, dan mengingat materi pelajaran (rote learning) harus segera disudahi. Mendesaknya perubahan pembelajaran itu sejalan dengan pernyataan Viktor Mayer-Schonberger pada sebuah artikel di BBC Future Jika komputer sudah melakukan hal-hal yang dulu merupakan pekerjaan yang sangat manusiawi -yang membutuhkan pengetahuan, strategi, bahkan kreativitas- maka apakah artinya menjadi manusia di masa depan?” Mayer lebih jauh menyatakan bahwa kita harus mengarahkan kontribusi manusia terhadap pembagian pekerjaan justeru untuk melengkapi rasionalitas mesin. Itulah membedakan manusia daripada mesin, dan perbedaan ini menciptakan nilai (bbc.com/indonesia, 13 Maret 2017).

Schwarb (2017) memastikan bahwa “Revolusi Industri Keempat, akhirnya, tidak hanya mengubah apa yang kita lakukan tapi juga siapa kita”. Ungkapan ini dapat dimaknai bahwa keberadaan manusia dalam era revolusi industri 4.0 sangat ditentukan oleh seberapa besar potensi kemanusiaannya berkembang dan berdayaguna.   

Pengembangan potensi diri siswa di sekolah menengah setidaknya dapat dilakukan dengan kegiatan intra-kurikuler, ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler. Meski dengan bentuk-bentuk kegiatan berbeda, pada pokoknya ketiga kegiatan tersebut merupakan kegiatan pembelajaran yang dapat berlangsung di ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, lapangan. Semua kegiatan tidak lain daripada dalam rangka upaya mengembangkan sebesar-besarnya potensi diri siswa. Dalam kerangka pembelajaran transformatif, maka guru berperan sebagai fasilitator dalam semua kegiatan tersebut. Dalam proses fasilitasi itu, guru membangkitkan, mendorong, menggiring dan mempermudah siswa memperoleh pemahaman, yaitu mampu menstrukturkan dan kemudian menarik hubungan atas berbagai informasi serta menyimpulkan materi pelajaran.

Pembelajaran yang benar-benar membelajarkan akan membawa siswa pada kemampuan berpikir tingkat tinggi. Namun dalam kenyataannya, berdasarkan pengamatan penulis, ada persoalan yang seringkali muncul dan menghambat terjadinya proses transformasi dalam pembelajaran di sekolah. Hal yang menghambat itu terutama kurangnya keterangan dan data tentang potensi dan kondisi siswa sehingga guru-guru kurang memahami karakteristik individual siswa. 

Fungsi Pemahaman dengan Instrumentasi BK

Fungsi BK di sekolah menunjuk pada manfaat yang diemban oleh layanan ini terhadap perkembangan dan kehidupan siswa sebagai individu yang sedang menjalani proses pendidikan. Prayitno (2017) mengelompokkan fungsi-fungsi BK menjadi lima fungsi pokok, yaitu fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan, pemeliharaan dan pengembangan, serta advokasi. 

Fungsi pemahaman dimaksudkan adalah pemahaman terhadap diri oleh siswa itu sendiri, oleh orang tuanya, guru BK, serta pihak-pihak yang akan membantu mereka. Dalam rangka upaya pemahaman potensi dan kondisi siswa pertama sekali dilaksanakan melalui kegiatan asesmen dengan sejumlah aplikasi instrumentasi baik berupa tes standar maupun non-tes.

Dalam praktik layanan BK di sekolah, fungsi pemahaman menjadi pintu masuk penyelenggaraan empat fungsi lainnya dengan berbagai jenis layanan yang akan diberikan kepada siswa. Data dan keterangan tentang siswa yang perlu dihimpun dalam rangka fungsi pemahaman dapat mencakup: (1) kemampuan inteligensi; dan keberbakatan, (2) gaya belajar dan kepribadian, (3) aspek-aspek perkembangan dan kemampuan kecerdasan emosional, (4) sikap dan kebiasaan belajar, (5) minat jabatan, (6) keterangan pribadi dan gangguan-gangguan dalam kehidupan efektif sehari-hari, (7) laporan hasil belajar.

Pelayanan BK perlu menyelenggarakan aplikasi instrumentasi dalam rangka menghimpun data dan keterangan tentang siswa tersebut. Karenanya penyediaan instrumen menjadi keharusan. Ada instrumen yang dapat disusun sendiri oleh guru BK, sebagian dapat dipesan melalui lembaga perguruan tinggi pengembang instrumentasi BK dan psikologi, dan instrumen tertentu diadministrasikan melalui kerjasama dengan pihak ketiga.

Pendayagunaan Data dan Keterangan tentang Siswa

Dalam praktik BK di sekolah menengah, data dan keterangan yang sudah dihimpun dimanfaatkan dalam rangka melaksanakan fungsi-fungsi BK dengan berbagai layanan yang ada, seperti untuk penjurusan dan peminatan, perencanaan program studi perguruan tinggi, maupun layanan pengentasan masalah siswa. Praktisnya, data dan keterangan tersebut pada umumnya berguna dalam praktik layanan BK. Adapun pemanfataan data dan keterangan yang sama secara langsung oleh guru-guru dalam pembelajaran di kelas seringkali terlupakan. Padahal, pemahaman guru terhadap karakteristik individual siswa merupakan prasyarat bagi pembelajaran transformatif. Penafsiran data serta prediksi keberhasilan siswa dapat menjadi basis pembelajaran transformatif.

Pendayagunaan data dan keterangan tentang siswa bagi guru mata pelajaran dan pimpinan sekolah sekaligus menciptakan kolaborasi dan sinergi antara guru mata pelajaran, guru BK dan pimpinan sekolah dalam mencapai tujuan-tujuan kurikulum dan sekolah. Langkah yang dilaksanakan guru BK adalah menyajikan hasil asesmen tes dan non-tes untuk menggambarkan karakteristik siswa secara perorangan, kelas maupun sekolah. Penyajian dalam bentuk tabel dan grafik serta penafsirannya disampaikan dalam lokakarya guru di awal semester.

Data tentang gaya belajar, sangat diperlukan guru untuk presentasi pembelajaran yang sesuai dengan modalitas belajar siswa. Pemahaman terhadap modalitas belajar membantu guru mengoptimalkan penggunaan media, suara dan sentuhan untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa.

Data tentang kemampuan inteligensi dan skolastik memprediksikan prestasi akademik yang mungkin dicapai siswa, sekaligus dapat digunakan untuk memberikan tantangan belajar yang sejajar dengan potensi yang belum teraktualisasi di dalam diri siswa, dan penilaian yang lebih obyektif. Berbagai hasil pengukuran psikologis dimanfaatkan pula untuk pengembangan siswa dalam kegiatan ko/ekstra kurikuler.

Data hasil asesmen itu sangat membantu guru membentuk paradigma yang tepat tentang siswa, diagnosis kesulitan belajar, dan dukungan yang realistis terhadap perencanaan masa depan siswa. Artinya, semakin lengkap asesmen maka makin baik pemahaman terhadap siswa, dan pada gilirannya, pengubahan siswa dalam pembelajaran transformatif makin efektif dan terukur.

Menjelaskan hasil asesmen, keterkaitan antara satu aspek dengan aspek psikologis lainnya, serta penafsiran dan prediksinya merupakan tugas guru BK dalam kolaborasi dengan guru mata pelajaran dan pimpinan sekolah. Kolaborasi ini adalah upaya mengoptimalkan perkembangan potensi siswa, dan mengantarkan ke pintu program studi perguruan tinggi yang benar-benar sesuai dengan segenap keunggulan mereka.

Jika tidak didasarkan atas pemahaman terhadap potensi dan kondisi siswa, maka pergeseran pembelajaran transaksional menjadi transformatif akan terus bermasalah. Lalu, bagaimanakah kita mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan berat era revolusi industri 4.0 itu?*
wkonselor

Senantiasa berdaya upaya menjadi makin efektif menjalani kehidupan sehari-hari dan ingin membantu orang lain agar menjadi lebih efektif pula.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama