Penulis: T. Isman Surdi
(Guru BK SMAN Negeri 1 Lhokseumawe, NAD)
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Dalam pendidikan sekolah para peserta didik telah diajarkan pendidikan karakter yang terintegrasi dengan berbagai mata pelajaran. Hal ini sangat sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Penumbuhan budi pekerti dapat dilakukan dengan berbagai hal yaitu melalui integrasi ke dalam proses belajar mengajar dan melalui layanan bimbingan konseling (BK).
Bimbingan dan Konseling (BK) merupakan
salah satu layanan yang sangat penting dan
berperan di sekolah. Kehadiran layanan BK adalah untuk
membantu dan mengembangkan potensi peserta didik
di sekolah. Membantu
peserta
didik merupakan
kegiatan problem solving di mana ketika peserta didik memiliki masalah maka layanan BK
dapat menjadi tempat
peserta didik berkonsultasi serta
memecahkan masalahnya. Kemudian, mengembangkan
potensi adalah layanan BK dapat berfungsi sebagai wahana
peserta didik
mengeksplorasi semua
kemampuan yang
dimiliki dan dapat
dikembangkan dalam proses belajar mengajar.
Potensi atau kemampuan peserta didik
yang dimaksud seperti kecerdasan, bakat, minat dan
kepribadian
dapat dikembangkan oleh
konselor sekolah
melalui layanan BK.
Dalam rangka penumbuhan karakter bangsa melalui pendidikan pemerintah telah
menetapkan kebijakan
untuk melakukan
revolusi mental melalui penataan kembali kurikulum
pendidikan Nasional.
Penataan yang dimaksud adalah dengan menempatkan nilai-nilai karakter dalam yang terintegrasi dalam mata pelajaran. Nilai-nilai
karakter sudah selayaknya dikembangkan di dalam
dunia pendidikan mengingat kondisi remaja
Indonesia yang telah mengalami dekadensi moral yang di antaranya
seperti rendahnya
semangat nasionalisme dan patriotisme. Nilai-nilai nasionalisme telah sepatutnya untuk ditumbuh-kembangkan pada peserta didik agar menjadi benteng bagi bangsa dan
negara
dalam mengisi kemerdekaan Indonesia
yang
telah diperjuangkan dengan
penuh semangat.
Penumbuhan nilai-nilai karakter bangsa kepada peserta didik
yang terintegrasi melalui mata pelajaran juga dapat dilakukan pada
layanan bimbingan konseling. BK dalam pelaksanaannya di sekolah memiliki komponen pelayanan BK yaitu meiliputi layanan dasar,
layanan responsif, layanan perencanaan individual
dan layanan dukungan sistem
(Depdiknas : 2008). Mengenai Ketentuan tentang layanan BK di sekolah menengah telah didukung oleh pemerintah
melalui Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional nomor 111 tahun
2014 tentang pelaksanaan layanan
BK
di sekolah
menengah.
Guru BK memiliki
peluang
yang sangat besar dalam
menumbuhkan karakter positif pada peserta didik, penumbuhan karakter dapat dilakukan dengan
berbagai strategi layanan
bimbingan
dan konseling. Salah satu layanan BK dalam menumbuhkan dan membentuk karakter pada peserta didik adalah dengan melakukan layanan klasikal. Dengan layanan klasikal memungkinkan peserta didik berinteraksi dengan guru BK dalam mempelajari dan memecahkan
berbagai hal berkenaan dengan pembentukan karakter. Tujuan
penumbuhan dan penguatan pendidikan karakter pada peserta
didik adalah
menjadikan peserta didik memiliki akhlak
mulia dan
bermartabat sesuai dengan tujuan
pendidikan Nasional.
2. Rumusan Masalah
a.
Bagaimana
metode
penanaman
nilai
Nasionalisme
pada
peserta
didik melalui layanan
bimbingan dan konseling
(BK) di sekolah?
b.
Adakah perubahan karakter/perilaku peserta didik setelah
mendapatkan
layanan bimbingan
dan konseling (BK)?
c.
Bagaimanakah penilaian
keberhasilan pendidikan
karakter melalui layanan
bimbingan dan konseling
(BK)?
3. Tujuan
a.
Dapat
mengetahui
metode
penanaman
nilai
Nasionalisme pada peserta didik;
b.
Dapat mengetahui perubahan karakter/perilaku peserta didik setelah
mendapatkan
layanan bimbingan
dan konseling (BK);
c.
Dapat mengetahui proses penilaian keberhasilan pendidikan karakter melalui layanan
bimbingan dan konseling (BK)
4. Manfaat
a.
Manfaat teoritis diharapkan artikel ini dapat menjadi sumber bacaan
rujukan bagi para guru dan
praktisi pendidikan khususnya mengenai
layanan bimbingan
dan konseling.
b.
Manfaat praktis diharapkan tulisan ini dapat bermanfaat bagi guru
dalam menumbuhkan nilai-nilai karakter nasionalisme pada peserta didik melalui layanan bimbingan dan konseling.
B. Pembahasan
1. Kedudukan Layanan BK di
Institusi Pendidikan
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang dirancang
untuk terjadinya interaksi belajar
mengajar di bawah
pengawasan pendidik
(guru).
Dalam dunia modern setiap sekolah
telah berfungsi sebagai
lembaga pendidikan yang
dapat melaksanakan proses pembelajaran dan
perkembangan peserta didik. Dalam kegiatan pendidikan di lingkungan
sekolah ada tiga hal yang sangat penting untuk
dilaksanakan sehingga
proses pendidikan berlangsung
baik. Ketiga hal tersebut sesuai dengan
pembagian kegiatan
pendidikan (Depdiknas:2008), yaitu
:
1)
Wilayah manajemen dan kemimpinan yaitu sebelum kegiatan dan
proses
pendidikan
berlangsung.
2)
Wilayah pembelajaran yang mendidik yaitu proses transfer of
knowlegde.
3)
Wilayah BK, memandirikan yaitu kegiatan mencapai tugas-tugas
perkembangan
dan mencapai kehidupan
efektif sehari-hari.
Seiring dengan mulai diterapkannya kurikulum
tahun 2013 pada sekolah-sekolah formal
di
Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian
Pendidikan Nasional telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 111 tahun 2014 tentang
layanan BK pada
pendidikan dasar dan menengah.
Layanan
adalah
tindakan yang
sifat dan arahnya
menuju kepada kondisi lebih baik yang membahagiakan bagi pihak
yang dilayani. Siapapun juga yang
hendak atau
bahkan sedang melayani
seseorang atau subjek lainnya pastilah berkehendak agar
orang atau subjek yang
dilayaninya itu mengarah atau menjadi lebih
baik/bahagia
daripada
kondisinya sebelumnya.
Layanan BK dalam
melaksanakan layanan
memiliki empat (4)
komponen
layanan utama yaitu
(1) layanan
dasar (2) Layanan peminatan (3) layanan responsif dan (4) dukungan sistem. Keempat
komponen layanan memiliki sebelas (11) bidang
layanan yaitu (1) konseling individual (2) konseling kelompok
(3)
bimbingan kelompok (4) Bimbingan klasikal (5) layanan kelas besar/lintas
kelas (6) layanan konsultasi (7) layanan kolaborasi (8) alih tangan kasus (9) kunjungan
rumah (10) layanan advokasi dan (11) konferensi kasus. Berbagai
jenis layanan yang telah disebut di atas dapat berdayakan dalam rangka penumbuhan dan pendidikan karakter di sekolah. Penumbuhan dan
pendidikan karakter melalui layanan BK
dapat di selenggarakan secara
klasikal, kelompok dan
individual.
2. Pengembangan Pendidikan Karakter Pada Peserta
Didik
Pendidikan pada
saat ini merupakan salah satu kebutuhan bagi
manusia,
dengan
pendidikan manusia akan
dapat mengeksplorasi
semua
potensi yang dimilikinya
agar
dapat meraih
cita-cita masa depan. Dalam pendidikan peserta didik tidak hanya mendapatkan pengajaran berupa mata pelajaran, namun peserta didik dibekali dengan pendidikan karakter. Pendidikan merupakan suatu usaha yang sadar dan sistematis
dalam rangka pengembangan potensi peserta didik (puskur 2010 : 4).
Pengertian karakter memiliki dua
kata
kunci,
kata
kunci yang pertama
mengandung makna dengan “apa yang
akan dilaksanakan” dalam pendidikan karakter. Isi pendidikan
karakter meliputi
nilai-nilai
yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama,
budaya dan nilai-nilai yang telah dirumuskan dalam
tujuan pendidikan Nasional. Kata kunci yang kedua adalah “Bagaimana melaksanakan pendidikan karakter? “
dalam satuan
pendidikan formal.
Dalam buku kajian dan pedoman penguatan pendidikan karakter
(2016:12),
dijabarkan bahwa gerakan
pendidikan karakter dapat dikembangkan dengan tiga cara, yaitu:
1)
Mengintegrasikan/mengkontekstualisasikan mata pelajaran yang ada di struktur kurikulum
dan mata pelajaran muatan lokal melalui kegiatan intrakurikuler dan ko-kurikuler.
2)
b. Mengimplementasikan pendidikan karakter melalui kegiatan
ekstrakurikuler, baik
ekstrakurikuler wajib maupun ekstrakurikuler pilihan
yang
telah ditetapkan
oleh
satuan pendidikan.
3)
c. Melalui kegiatan pembiasaan yang
dilakukan melalui budaya sekolah baik melalui kegaiatan
rutin, spontan, pengkondisian,
serta
melalui keteladanan
orang dewasa dilingkungan sekolah.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha
Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-
norma
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah
yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut, baik
terhadap
Tuhan Yang
Maha
Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia
insan kamil. Dalam
pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
(stakeholders) harus
dilibatkan, termasuk komponen pendidikan itu
sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan,
penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
sekolah,
pelaksanaan aktivitas atau
kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana,
pembiayaan,
dan
etos kerja seluruh warga sekolah.
Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut,
pendidikan
memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan Undang- undang
nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan
nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Melalui pendidikan
karakter manusia mempercayakan
dirinya
ke dunia nilai, sebab nilai merupakan kekuatan penggerak perubahan. Kemampuan membentuk diri dan mengaktualisasikan nilai-niali etis
merupakan ciri hakiki manusia. Karena itu, mereka mampu menjadi
agen
perubahan (agent of change), karakter yang dapat membawa
keberhasilan yaitu empati (mengasihi sesama seperti diri sendiri), tahan uji (tetap tabah dan ambil hikmah kehidupan, bersyukur dalam keadaan
apapun, dan beriman (percaya pada Tuhan). Ketiga, karakter tersebut
akan
mengarahkan seseorang ke jalan keberhasilan, empati akan
menghasilkan hubungan
yang baik
dan
tahan
uji
akan melahirkan
ketekunan dan kualitas, beriman akan membuat segala sesuatu menjadi
mungkin
(Ratna
Megawangi,
2003:19).
Penerapan pendidikan karakter di sekolah setidaknya dapat
ditempuh melalui empat alternatif strategi secara
terpadu. Strategi pertama
ialah
dengan
mngintegrasikan
konten
pendidikan karakter yang telah dirumuskan kedalam seluruh
mata pelajaran. Strategi kedua ialah
dengan mengitegrasikan pendidikan karakter ke dalam
kegiatan sehari-
hari di sekolah. Strategi ketiga ialah dengan mengintegrasikan
pendidikan karakter ke dalam kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan. Keempat ialah dengan
membangun komunikasi dan
kerjasama
antara sekolah dengan orang tua peserta
didik.
Pendidikan karakter merupakan pendidikan budi
pekerti plus, yaitu
yang
melibatkan aspek
pengetahuan, Perasaan, dan
tindakan. Menurut
(Thomas Lickona, 1992), tanpa ketiga aspek ini maka pendidikan
karakter kurang efektif dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, seorang
anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal
terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Karakter merupakan kunci keberhasilan manusia,
karena tidak terbelenggu
sifat materialistis dan
mempunyai hubungan
yang
harmonis dengan masyarakat dan
sekitarnya.
Kondisi saat ini,
penghayatan dan
pengalaman nilai-nilai
agama, etika
dan moral yang
cenderung merosot, sehingga muncul perilaku penyimpang seperti konflik antar agama, antar pelajar,
mahapeserta didik, perkelahian antar remaja, perusakan lingkungan, narkoba dan lainnya. Kualitas
karakter meliputi sembilan pilar, yaitu
cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, tanggung jawab, disiplin dan mandiri,
jujur/amanah dan arif, hormat dan santun,
dermawan, suka menolong, dan gotong
royog, percaya diri, kreatif dan pekerja keras, kepemimpinan dan adil, baik dan rendah hati serta
toleran,
cinta damai dan kesatuan
(Megawangi, 2003).
Lebih lanjut, Sumantri (2010) menjelaskan beberapa esensi nilai karakter yang dapat dieksplorasi dan diklarifikasi serta direalisasikan
melalui pembelajaran baik dalam
intrakurikuler dan ekstrakulikuler antara lain sebagai berikut: 1) Ideologi; disiplin, hukum dan tata tertib, mecintai tanah air, demokrasi, mendahulukan
kepentingan umum,
berani, setia
kawan/solidaritas, rasa
kebangsaan,
patriotik, warga
negara
produktif
, martabat/harga diri, setia/bela negara, 2) Agama;
iman kepada Tuhan, taat pada perintah Tuhan YME, cinta agama, patuh pada ajaran agama, berakhlak, berbuat kebajikan, suka menolong
dan bermanfaat bagi orang
lain, berdoa danbertawakal, peduli terhadap sesama, berperikemanusiaan, adil, bermoral
dan bijaksana, 3) Budaya;
toleransi dan itikad baik, baik hati, empati, tata cara dan etiket,
sopan santun, bahagia/gembira, sehat,
dermawan, persahabatan, pengakuan,
menghormati,
berterima kasih.
Terdapat empat faktor yang mendukung mengapa pendidikan karakter dibutuhkan. Pertama, melalui pemberian wewenang penuh
terhadap satuan pendidikan (sekolah) yang di dalamnya terdapat unsur
guru
sebagai pelaku utama pendidikan, diharapkan guru dapat lebih mengembangkan dan memberdayakan diri untuk mengembangkan potensi dan dimensi peserta didik agar mampu hidup bermasyarakat.
Kedua, tujuan pendidikan
nasional sangat memberi perhatian dan
menitikberatkan pada penanaman dan pembinaan aspek keimanan dan
ketaqwaan. Hal ini sebagai isyarat bahwa “core value” pengembangan pendidikan karakter
bangsa bersumber dari kesadaran beragama
(religius), artinya input, proses dan output pendidikan harus berasal dan bermuara pada
penguatan nilai-nilai ketuhanan yang
di landasi
keyakinan dan
kesadaran
penuh sesuai agama
yang diyakininya masing-masing. Ketiga, strategi pengembangan kurikulum pendidikan
dasar adalah peekanan ada 4 (empat) pilar pedidikan yang di tetapkan
Unesco, yaitu belajar mengetahui (learnig
to
know), menjadi dirinya
sendiri (learning to be), belajar bekerja (learning to do) dan belajar hidup
bersama
(learnig to live together).
Pengembangan kurikulum (program
belajar) pendidikan dasar
harus memfasilitasi peserta didik
untuk belajar lebih bebas dan mempunyai pandangan
sendiri yang di sertai dengan rasa tanggung jawab pribadi yang lebih kuat untuk mencapai tujuan hidup pribadiya
atau tujuan bersama sebagai anggota masyarakat. Hal ini yang selanjutnya menjadi hakekat dari pendidikan karakter. Keempat, misi pendidikan dasar ialah berupaya menggali dan
mengembangkan seluruh
potensi
dan dimensi
baik
personal, agama,
susila dan sosial
yang dimiliki peserta didik. Melalui usaha ini memungkinkan setiap peserta
didik, tanpa kecuali, dapat mendorong
tumbuh nilai-nilai kejujuran, keadilan, kasih sayang,
toleransi,
keindahan, dan tanggung jawab
dalam
pemahaman nilai
sesuai
tigkat perkembangan dan kemampuan mereka.
Pada dasarnya, anak yang kualitas
karakternya
rendah
adalah anak yang tingkat perkembangan emosi sosialnya rendah, sehingga anak beresiko
besar mengalami kesulitan dalam belajar, berinteraksi sosial, dan tidak
mampu mengontrol diri.
Mengingat pentingnya penanaman karakter di usia
sekolah
dasar dan mengingat usia sekolah dasar merupakan
masa
awal pembentukan diri, maka penanaman karakter yang
baik di usia sekolah dasar merupakan hal yang sangat penting untuk
dilakukan. Demikian pula
anak- anak yang memiliki keanekaragaman karakteristik sangat diperlukan penanaman karakter
sedini mungkin melalui pendampingan
baik dari orangtua, guru, maupun masyarakat. Oleh
karena itu peran bimbingan dan konseling yang dilaksanakan oleh guru kelas benar-
benar harus dioptimalkan.
3. Pengembangan Nilai- Nilai Karakter Nasionalisme
Melalui
Layanan BK
Pada saat ini, bangsa
Indonesia membutuhkan generasi muda
yang
memiliki kepedulian dan rasa
cinta terhadap bangsa dan Negara.
Hal ini dibuktikan dengan melemahnya rasa nasionalisme
dan patriotisme generasi muda terhadap
bangsa dan negara.
Kepedulian generasi
muda terhadap
bangsa
Indonesia telah ditunjukkan kepada pada
saat perjuangan merebut kemerdekaan bangsa. Generasi pemuda sebelum
kemerdekaan telah menunjukkan eksistensinya dalam merebut
kemerdekaan dari penjajah Belanda. Kondisi sekarang berubah seiring
dengan memudarnya rasa nasionalisme dan patriotisme generasi muda.
Untuk menumbuhkan kembali semangat nasionalisme pada
generasi muda sangat
dibutuhkan integrasi pendidikan karakter dalam
proses pendidikan dan pengajaran. Penumbuhan nilai karakter
nasionalisme agar peserta didik dapat menghargai, mencintai bangsa dan negara dalam bingkai NKRI. Nasionalisme merupakan satu konsep penting yang harus dikembangkan untuk menjaga agar negara tetap
berdiri dengan kuat dan penuh peradaban.
Dengan semangat
nasionaliosme yang
tinggi, maka suatu bangsa akan selalu terjaga dari segala bentuk ancaman baik
secara internal maupun eksternal. Bentuk ancaman
secara internal dapat berupa perilaku negatif seperti munculnya gerakan-gerakan yang akan mampu memisahkan kesatuan bangsa dan stabilitas Nasional. Kemudian, ancaman dari luar
dapat berupa serangan-serangan bangsa luar yang
ingin menguasai sumber daya
alam
yang dimiliki oleh
Indonesia.
Menurut Smith (2012
: 11) nasionalisme dapat diartikan sebagi suatu
gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan otonomi,
kesatuan dan identitas bagi suatu populasi yang
sejumlah anggotanya bertekad untuk membentuk suatu bangsa yang aktual dan bangsa yang potensial. Konsep tersebut secara implisit dapat nyatakan bahwa nasionalisme merupakan kesadaran individu dan golongan untuk
menjaga wilayah tempat mereka berada agar tetap dalam
satu
kesatuan dan keutuhan. Dengan kesatuan
dan keutuhan, maka potensi
wilayah/negara tetap akan terjaga
dengan baik.
Nasionalisme merupakan suatu sistem nilai yang dapat di intergasi
dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Dalam modul kajian dan
pedoman penguatan pendidkkan karakter (2016 : 8)
nilai nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang
tinggi pada bahasa,
lingkungan fisik, budaya, ekonomi dan politik
bangsa serta menempatkan kepentingan negara diatas kepentingan
diri dan
kelompoknya. Nilai-nilai nasionalis yang dapat ditumbum kembangkan
disekolah dapat berupa (1)
apresaiasi budaya
bangsa (2) menjaga
kekayaan budaya
bangsa (3) rela berkorban (4)
unggul dan berprestasi
(5)
cinta tanah air (6) menjaga lingkungan (7) taat hukum (8) disiplin (9) menghormati keragaman
budaya,
suku
dan agama.
Pelayanan BK pada hakikatnya merupakan
usaha memfasilitasi pengembangan nilai-nilai melalui proses interaksi yang
empatik antara guru BK/Konselor dengan peserta didik, dimana Guru BK/Konselor membantu peserta didik untuk
mengenal kelebihan
dan kelemahan dalam
berbgai aspek perkembangan dirinya, memahami
peluang
dan tantangan yang ditemukan di lingkungannya, serta mendorong penumbuhan kemandirian peserta didik untuk mengambil berbagai keputusan penting
dalam perjalanan hidupnya secara bertanggung
jawab dan mampu mewujudkan kehidupan
yang produktif,
sejahtera, bahagia serta peduli terhadap kemaslahatan umat manusia.
Dasar pertimbangan penyelenggaraan pelayanan BK di sekolah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari
atas, tetapi yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta
didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya dalam
aspek fisik, emosi, intelektual,
sosial, dan moral-spiritual.
Proses pendidikan harus
dipandang sebagai suatu proses perkembangan, karena setiap peserta
didik sebagai individu sedang berada dalam
proses berkembang atau
menjadi (becoming) yaitu
berkembang
ke arah
kematangan atau
kemandirian.
Untuk mencapai kematangan tersebut, peserta didik
memerlukan bimbingan karena mereka
masih kurang memiliki
pemahaman atau
wawasan tentang dirinya
dan lingkungannya juga pengalaman dalam
menentukan arah kehidupannya. Di samping itu
terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan individu tidak selalu
berlangsung secara mulus, atau
steril dari masalah.
Dengan kata lain,
proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus,
atau searah dengan potensi, harapan
dan nlai-nilai yang dianut. Untuk
itulah diperlukan pelayanan BK yang dirancang secara baik agar mampu menfasilitasi individu kearah kematangan dan kemandirian,
yang
meliputi aspek pribadi, sosial,
belajar, dan
karir.
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, setiap individu peserta
didik dihadapkan pada situasi kehidupan yang kompleks dan penuh
tantangan. Era globalisasi dan informasi ialah
era
persaingan
yang salah satu ciri
utamanya
adalah dunia tanpa batas.
Dunia menjadi suatu tempat yang disebut placeless
society dimana hubungan antar manusia, antar masyarakat dan antar bangsa menjadi transparan.
Dunia yang
semakin terbuka juga menuntut suatu bentuk masyarakat baru, yaitu
masyarakat terbuka, masyarakat yang demokratis. Kondisi ini di satu
sisi memberikan kesempatan pada setiap individu berkembang
sepenuhnya sesuai
dengan potensi yang dimilikinya dan memungkinkan setiap
individu atau sekelompok
masyarakat
atau
bangsa untuk berbuat sesuatu yang terbaik bagi dirinya, masyarakat,
dan umat manusia. Namun, di sisi lain sistem
dan kultur kehidupan kemungkinan
akan juga berubah,
berbagai benturan
peradaban dan benturan nilai sangat mungkin terjadi dalam kehidupan.
Dalam situasi demikian, peserta didik
dihadapkan pada konfigurasi
kehidupan,
di satu sisi
untuk
tetap
berpijak
dan
mengarahkan diri kepada jati diri bangsa, tetapi di sisi lain dapat bereaksi dan mengarahkan diri secara proporsional terhadap perubahan mendunia
yang terjadi. Strategi yang dikembangkan untuk menghadapi fenomena
ini
adalah dengan menempatkan faktor manusia sebagai titik
sentral, sehingga upaya tersebut memberikan implikasi terhadap pelaksanaan
pendidikan. Pendidikan
tidak
cukup hanya dilakukan melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga harus
didukung
oleh
peningkatan profesionalisme dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan kemampuan peserta didik untuk
menolong
dirinya sendiri dalam memilih dan
mengambil keputusan demi pencapaian cita-citanya.
C. Implementasi
1. Metode Penanaman Nilai Nasionalisme pada Peserta Didik
Penguatan pendidikan karakter yang
terintegrasi dalam kegiatan
layanan BK dapat dilakukan dengan beberapa strategi layanan. Pelaksanaan BK secara
langsung
berdasarkan Panduan Operasional
Penyelenggaraan BK di SMA (2016 : 46), meliputi (1) layanan
konseling individual (2) layanan konseling kelompok (3) layanan bimbingan kelompok
(4)
layanan bimbingan klasikal (5) layanan
bimbingan kelas besar/lintas kelas (6)
layanan konsultasi (7)
layanan kolaborasi (8) layanan alih
tangan kasus (9) layanan kunjungan rumah (10) layanan advokasi dan (11) layanan
konferensi kasus.
Metode penumbuhan nilai
karakter nasionalisme pada peserta
didik
yang
akan dikembangkan disekolah adalah layanan bimbingan
klasikal. Bimbingan klasikal merupakan kegiatan
layanan yang
diberikan kepada peserta didik dalam
satu
rombongan belajar (rombel)
dan dilaksanakan dikelas dalam bentuk tatap muka
antara guru BK
dengan peserta didik (Dikbud 2016 : 62). Metode layanan bimbingan klasikal yang dilakukan oleh guru BK memiliki perbedaan dengan guru mata pelajaran. Struktur kurikulum
tahun 2013 tidak mengisyaratkan
layanan BK sebagai mata
pelajaran selakyaknya guru mata pelajaran lain. Namun, sekolah memiliki kebijakan dalam rangka memberikan
jam tatap muka bagi guru BK untuk dapat memberikan materi layanan
bimbingan konseling. Materi BK lebih didominasi dengan materi untuk menumbuh
kembangkan
pendidikan karakter.
Materi-materi yang dapat disiapkan oleh guru BK dalam layanan
klasikal dapat diperoleh melalui
kegiatan
assesmen. Assesmen merupakan salah
satu cara guru untuk mendapatkan informasi tentang
kebutuhan-kebutuhan serta permasalahan yang sedang dihadapi oleh peserta
didik. Dengan asessmen guru BK dapat menganalisis kebutuhan
materi yang dibutuhkan peserta didik. Berkenaan dengan penumbuhan
karakter
nasionalisme,
maka materi yang dapat
dikembangkan yag sesuai dengan sub nilai nasionalis
adalah
materi unggul dan prestasi serta materi disiplin. Kedua sub nilai nasionalisme tersebut sangat
potensial untuk dikembangkan dalam materi klasikal oleh guru
bimbingan konseling. Materi
unggul dan prestasi dapat berupa
pengungkapan potensi-potensi kecerdasan yang
dimiliki oleh peserta
didik yang dapat dikembangkan dalam proses belajar mengajar. Kemudian,
materi disiplin dikembangkan
untuk mendorong peserta didik agar dapat mentaati dan melaksanakan peraturan yang
telah
disepakati bersama yaitu peraturan sekolah.
Guru BK dalam menyelenggarakan layanan BK untuk memandirikan
peserta
didik.
Kemampuan memandirikan peserta didik
dapat dilakukan
guru
BK dengan
merencanakan
dan merancang
program layanan yang memfasilitasi penumbuhan karakter serta soft
skills. Layanan bimbingan klasikal akan membantu peserta didik
dalam mempelajari nilai-nilai karakter
yang akan dikembangkan dalam
kehidupan
sehari-hari
baik dilingkungan
sekolah maupun
di
luar
sekolah. Guru BK dalam
memberikan layanan klasikal telebih dahulu
menyiapkan Rencana Pelaksanaan Layanan BK (RPL-BK).
Tujuan penyipan RPL-BK
adalah agar tujuan pelayanan BK dapat
tercapai sesuai dengan harapan. Dampak
langsung
yang
dapat amati oleh guru BK pada peserta didik
adalah kemandirian peserta didik melalui tujuan pembelajaran/layanan (instructional effects)
maupun dampak pengiringnya (nurturant effects). RPL-BK memiliki langkah-langkah layanan yang
tersusun secara sistematis yang dapat mengakomodir kebutuhan peserta didik
agar
dapat berkembang sesuai dengan potensi
dan kematangan psikologis.
2. Perubahan Perilaku Peserta
Didik
dalam Layanan Klasikal
Tujuan pelayanan BK pada
dasarnya diarahkan pada
perubahan perilaku peserta
didik.
Perubahan perilaku dimaksudkan agar peserta
didik mampu membiasakan diri dengan perilaku
baru yang lebih
adaptif dan tidak melakukan perilaku
lama yang malaadaftif. John McLeod
(2006:14), menyatakan bahwa salah satu tujuan konseling
berhubungan dengan kesadaran diri yaitu menjadi lebih peka terhadap pemikiran-
pemikiran dan perasaan yang selama ini ditolak atau
mengembangkan
perasaan yang lebih akurat berkenaan dengan bagaimana penerimaan
orang lain terhadap diri. Berdasarkan pendapat di atas dapat dinyatakan
bahwa individu mengembangkan perilaku yang
lebih adaptif, apabila persaaan dan kenyakinan individu
dapat menerima
perubahan tersebut.
Konseling
merupakan inti dari kegiatan layanan BK yang
berusaha melakukan kegiatan pengentasan masalah dan
fasilitasi perkembangan terhadap
peserta didik. Kegiatan pengentasan masalah dan fasilitasi perkembangan lebih
didominasi kegiatan pengubahan
perilaku peserta didik. Peserta didik
ketika memasuki lingkungan sekolah memiliki latar belakang keluarga yang
berbeda. Perbedaan
kondisi peserta didik
ini tentunya akan berdampak pada berbedanya perilaku peserta didik dil ingkungan sekolah.
Tujuan layanan BK agar peserta didik dapat:
1)
Merencanakan kegiatan penyelesaian
studi, perkembangan karir
serta kehidupannya pada
masa
yang
akan datang
2)
Mengembangkan seluruh potensi serta kekuatan yang dimilikinya
seoptimal mungkin
3)
Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan dan lingkungan
masyarakat
4)
Mengatasi berbagai hambatan dan kesulitan dalam proses belajar,
lingkungan pendidikan dan masyarakat (Depdiknas, 2008:197).
Berdasarkan pendapat di atas
dapat
disimpulkan
bahwa
tujuan
layanan BK lebih diarahkan pada penyesuaian diri peserta didik.
Penyesuaian diri dalam
bentuk perubahan perilaku peserta didik baik
dalam
lingkungan
pendidikan maupun
masyarakat.
Materi karakter
yang
dimuat dalam layanan klasikal diharapkan dapat menjadi sumber
perubahan perilaku pada
peserta didik. Pengertian khusus perilaku adalah segala tindakan
yang dilakukan oleh
individu baik
bersifat negatif
atau positif. Pendidikan menyediakan stimulus
yang
baik kepada peserta didik
agar
pada diri peserta didik akan tumbuh perilaku
yang
baik pula. Namun, kenyataannya stimulus
yang
baik akan mendapat respon yang tidak baik oleh
peserta
didik.
Dalam pandangan ahli behavioristik menyatakan bahwa banyak
perilaku manusia merupakan hasil dari suatu proses belajar dan
oleh
karena itu perilaku tersebut
dapat di ubah melalui proses belajar hal-hal
yang baru. Pada prinsipnya hampir semua perilaku manusia hasil pengkondisian dari lingkungan sekitarnya yang membentuk
perilaku manusia dengan memperkuat
kebiasaan tertentu. Ivan
Tanipureta
(2005: 22),
menyatakan bahwa pendapat di atas
sesuai dengan asumsi para tokoh behavioristik yang
menyatakan
bahwa:
1)
Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek, manusia memiliki potensi untuk
bertingkah laku baik atau buruk, tepat atau salah berdasarkan faktor herediter,
lingkungan dan
kepribadian.
2)
Manusia mampu untuk berefleksi atau bertingkah laku sendiri dan
mengontrol perilakunya
3)
Manusia mampu memperoleh dan membentuk sendiri pola-pola
tingkah
laku
yang
baru melalui suatu
proses belajar.
4)
Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinyapun
dapat dipengaruhi oleh
orang lain.
Berbagai pandangan di atas dapat diterapkan pada layanan
BK khususnya bimbingan klasikal dalam rangka menumbuh kembangkan
karakter pada peserta didik. Sub nilai karakter nasionalis yang
dapat dikembangkan
salah satunya adalah
unggul dan berprestasi, menjaga lingkungan dan disiplin.
Perubahan perilaku peserta didik
setelah
bimbingan klasikal dapat diobservasi oleh guru BK melalui lembar
pengamatan. Materi yang dikembangkan disesuaikan
dengan topik
yang
dibahas dalam bimbingan klasikal, dengan demikain peran guru BK dalam mengembangkan
nilai-nilai karakter dapat optimal.
3. Penilaian Keberhasilan Pendidikan Karakter Melalui Layanan BK
Dalam layanan BK, dikenal ada dua
macam
aspek
penilaian
keberhasilan layanan. Pertama,
penilaian proses dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana kefektifan pelayanan BK dilihat dari
proses nya. Indikator penilaian proses dapat dijabarkan oleh guru BK yang
terdapat dalam lembar penilaian
proses. Ketika pelaksanaan layanan diharapkan peserta didik dapat mengidentifikasi materi-materi yang disampaikan oleh guru BK dalam layanan klasikal di dalam kelas.
Kedua,
penilaian
hasil dimaksudkan
untuk memperoleh informasi keefektifan
pelayanan
bimbingan dilihat dari hasilnya.
Dalam makalah Penataan Pendidikan Profesionalisasi Konselor (2007:31), mengulas secara rinci tentang-aspek-aspek penilaian proses
dan hasil yang terdapat dalam layanan
klasikal adalah:
1)
Kesesuaian
antara
program dengan pelaksanaan
2)
Keterlaksanaan
program
3)
Hambatan-hambatan
yang dijumpai
4)
Dampak kegiatan layanan
terhadap karakter peserta didik
5)
Respon
peserta didik tehadap
layanan bimbingan konseling
6)
Perubahan dan
kemajuan
peserta didik
dilihat
pencapaian
tugas- tugas perkembangan.
Dapat
disimpulkan bahwa
pelaksanaan layanan klasikal
dalam rangka penumbuhan
pendidikan karakter pada peserta didik
akan terlaksana dengan baik
apabila dilakukan proses evaluasi. Perbaikan atas hasil evaluasi akan berdampak positif pada layanan klasikal berikutnya, sehingga
layanan klasikal BK
berdampak
pada penumbuhan karakter positif peserta didik. Keberhasilan pendidikan tidak hanya terukur pada
pencapaian aspek kognitif semata namun aspek afektif akan menambah nilai kemanusiaan
bagi
peserta didik.
D. Kesimpulan
BK memiliki posisi yang sangat strategis dalam
setting layanan pendidikan di Indonesia. Secara perundang-undangan kedudukan layanan
BK telah
memiliki payung hukum yang sangat jelas sebagai
bagian integral dalam pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
111 merupakan salah satu aturan yang menjadi pedoman bagi guru BK dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Diantara
tugas profesional guru BK adalah penumbuhan
pendidikan karakter disekolah. Layanan BK memiliki wilayah pekerjaan yang sangat menentukan sehingga dapat berperan
dalam menumbuh kembangkan
pendidikan karakter di lingkungan pendidikan. Layanan BK memiliki 11 (sebelas) bidang layanan, keseluruhan bidang layanan BK memiliki metode dan cara
pelaksanaan yang berbeda. Tujuan dari layanan
BK di sekolah
salah satunya adalah dengan optimalisasi dan pencapaian
tugas-tugas
perkembangan
peserta didik.
Layanan bimbingan klasikal merupakan salah satu metode yang digunakan
dalam
penumbuhan karakter
peserta didik,
dalam
hal ini karakter nasionalisme yaitu
disiplin
serta unggul dan
berprestasi.
Bagi
guru
BK memberikan materi bimbingan klasikal pada peserta
didik
didasari oleh observasi dan assesmen kebutuhan peserta didik yang dituangkan dalam
RPL-BK. Sedangkan, guru bidang studi dalam memberikan materi pelajaran atas dasar Standar Kompetensi Lulusan
( SKL) yang terjabarkan dalam materi pelajaran. Dalam
pelaksanaan
bimbingan klasikal tidak terlepas dari kegiatan evaluasi atau penilaian. Penilaian
dalam bimbingan klasikal
untuk melihat
keefektifan
hasil layanan
dan proses layanan.
Kebermaknaan
bimbingan klsikal sangat
ditentukan
oleh proses pelaksanaaan layanan
sehingga hasil layanan dalam bentuk perubahan
perilaku peserta didik dapat tercapai.*
DAFTAR PUSTAKA
ABKIN (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor. Naskah Akademik
ABKIN (tidak diterbitkan).
Antony D Smith
(2012). Nasionalisme Teori Ideologi Sejarah.
Jakarta Erlangga
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor
20
Tahun
2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Layanan BK di Sekolah
Menengah.
Tim Pengembang, Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan
Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Depdiknas,
Jakarta 2008.
Ratna
Megawangi (2009).
Menyemai
Benih
Karakter,
Depok Indonesia
Heritage Foundation
Ratna
Megawangi (2003). Pendidikan
Karakter
Solusi yang
Tepat Untuk
Membangun Bangsa, Depok Indonesia Heritage Foundation
Puskur (2010). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta Depdiknas
Thomas
Lickona
(2013).
Pendidikan Karakter (Educating
For
Character). Jakarta Nusamedia.
Sumantri E (2010). Pendidikan Karakter Harapan Handal Bagi Masa Depan
Pendidikan. Bahan Kuliah Pasca Sarjana UPI Bandung
Kajian dan
Pedoman
Penguatan
Pendidikan Karakter. (2016) Kemdikbud
Jakarta
Pedoman Operasional Penyelenggaraan
BK di SMA (2016). Kemdikbud Jakarta
Jhon McLeod (2006). Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus. Kencana
Jakarta
Ivan Taniputera (2005) Psikologi Kepribadian.
Ar-Ruzz,
Yogyakarta
Soli Abimanyu (1996). Teknik dan
Laboratorium Konseling.
Depdikbud. Jakarta.

