KONSELING KETERAMPILAN HIDUP UNTUK MENGEMBANGKAN KARAKTER BAIK

  


Penulis: Firman Ratna Nuriman, M.Pd. (Guru BK SMAN 1 Majalengka)

 

A.       PENDAHULUAN

Berkembangnya karakter baik dalam diri siswa menjadi bagian penting dalam menjawab tantangan global saat ini. Bukan lagi pengaruh lingkungan teman sebaya di sekolah, namun tantangan para remaja sekarang lebih luas, yaitu tantangan sekaligus permasalahan yang hadir dari media sosial, media komunikasi sebagai tanda kecanggihan teknologi. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan adalah “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya....”

Implementasi UU Sisdiknas tersebut tidak bisa dipungkiri membawa tantangan pada tataran penyelenggaraan pendidikan terutama pada siswa yang mulai memasuki usia remaja. Siswa SMA pada umumnya berada pada rentang masa remaja awal hingga remaja akhir. Hurlock (1994) menyebut masa ini sebagai masa bermasalah. Menurut Hurlock,  dalam tahun-tahun awal masa remaja akhir banyak masalah baru yang harus dihadapi seorang remaja.

Kompleksitas  masalah  yang  menghampiri remaja apabila tidak berbanding lurus dengan kecakapannya dalam  menyelesaikan masalah yang muncul mengakibatkan berbagai hambatan dalam optimalisasi potensi remaja.  Remaja yang kurang memiliki kecakapan hidup dalam menyelesaikan masalahnya secara sehat dan  positif  akan  mengalami  salahsuai  (maladjustment) dan tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.

 

Perilaku  salahsuai  tersebut terlihat pada beberapa fenomena yang diperoleh dari data Komnas Perlindungan Anak (Kompas.com, 25 September 2012)  telah merilis jumlah tawuran pelajar tahun 2012 sebanyak 339 kasus dan memakan  korban  jiwa sebanyak 82 orang.  Tahun  sebelumnya,  jumlah  tawuran antar  pelajar  sebanyak 128 kasus.  Jika dianalisis, kasus berdasarkan  data tersebut merupakan cara remaja dalam mereduksi stres yang sedang dialami, namun  mereka  mereduksiya dengan tindakan negatif. Pendek kata, kecakapan pengarahan diri positif (positive self direction) pada diri remaja masih rendah.

 

Diketahui dari hasil penelitian tentang  keterampilan mengelola stres pada siswa di salah satu sekolah menengah atas, terdapat 18,75% siswa pada kategori tinggi dalam mengelola stres. Hal ini berarti siswa dapat memilih coping positif pada saat mengalami stres. Sedangkan 65,62% pada kategori sedang. Hal ini berarti terdapat siswa yang perlu bimbingan untuk mengatasi atau mengelola stresnya agar coping yang diambil adalah yang positif. Bila tidak ada pembimbing maka dimungkinkan siswa mengambil coping negatif. Di samping itu, terdapat 15,62% siswa pada kategori rendah. Data ini menunjukan bahwa siswa  memilih coping negatif  ketika dirinya mengalami stres. (Nuriman, 2014). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kecakapan pengarahan diri pada siswa cenderung ke arah negatif sehingga yang berkembang pada dirinya adalah karakter dan perilaku negatif. Padahal dari segi usia, siswa SMA sudah mampu berpikir dalam memilih perilaku yang tepat meyikapi permasalahan yang dihadapi.

 

Kategori rendahnya keterampilan mengelola stres yang terjadi dapat disebabkan oleh kompleksitas permasalahan yang dihadapi siswa SMA. Secara psikologis masa ini merupakan kelanjutan dari masa-masa sebelumnya dan merupakan pencapaian kematangan mental dalam persiapan mencapai kedewasaan. Namun, berdasarkan gambaran di atas masih terdapat siswa yang kurang memiliki kematangan mental. Hal ini tercermin dalam cara mereka menghadapi stres sehingga salah mengambil keputusan dalam bertindak dan berperilaku.  Mereka  masih berperilaku  tidak  efektif.  Jika hal ini dibiarkan maka akan sangat  dimungkinkan siswa melakukan hal yang lebih merusak dirinya maupun lingkungan terdekatnya. Pengarahan diri negatif bila terus dilakukan setiap kali menghadapi masalah dapat memicu perilaku berulang. Perilaku berulang dapat mengendap menjadi sebuah karakter.

 

Oleh karena itu, diperlukan teknik intervensi agar berkembangnya karakter baik pada diri siswa. Dalam kondisi stres atau tidak mengenakkan, siswa tetap mampu mengarahkan diri pada perilaku baik, sehingga karakter baik dapat terwujud.

 

B.        PEMBAHASAN

1.    Konseling Pengarahan Diri

Konseling keterampilan hidup diperkenalkan oleh Richard Nelson-Jones pada tahun 1984. Pendekatan konseling keterampilan hidup merupakan pendekatan edukatif yang ditujukan terutama untuk menangani problem kehidupan orang-orang awam, dan bukan untuk orang-orang yang mengalami masalah emosional serius atau mengalami gangguan psikiatris (Jones, 2012). Pendekatan konseling ini dikembangkan berdasarkan model teori cognitive humanistic (Jones, 2005).  Cognitive Humanistic Therapy terdiri dua bidang utama, yakni 1) adaptation cognitive humanistic yang bertujuan untuk membantu klien yang mengalami sedikit gangguan untuk memperoleh keterampilan berpikir, berkomunikasi dan tingkah laku yang dibutuhkan untuk dapat berfungsi secara nyaman dalam masyarakatnya; 2) mental cultivation cognitive humanistic, yang bertujuan membantu klien untuk mencapai tingkat keberfungsian yang lebih tinggi yang melampaui norma-norma (Jones, 2005).

 

Konseling Keterampilan Hidup mengadopsi jenis pertama dari cognitive humanistic therapy. Meskipun demikian, penerapannya dalam konseling tetap menggunakan wawasan cognitive behavior dalam rangka memfokuskan pada perubahan pikiran dan tindakan, dan dalam rangka membekali klien keterampilan yang dibutuhkannya agar lebih efektif menjalani hidupnya sekarang dan di masa datang (Jones, 2005).

 

Jones (Sukartini, 2003) mengemukakan bahwa keterampilan hidup adalah urutan pilihan-pilihan yang dibuat seseorang dalam bidang-bidang keterampilan spesifik. Jadi skills dalam hal ini diartikan sebagai kemampuan untuk membuat dan mengimplementasikan urutan pilihan untuk mencapai tujuan. Contohnya, apabila seseorang ingin mempunyai karakter baik  maka ia harus bisa membuat dan mengimplementasikan pilihan-pilihan yang efektif untuk mencapai keinginan tersebut. Keterampilan Hidup dalam makalah ini didefinisikan sebagai keterampilan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dengan wajar tanpa merasa tertekan dan kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi. 

 

Kecakapan hidup dibagi menjadi dua, yaitu kecakapan umum dan kecakapan khusus (Yusuf, 2003). Kecakapan umum terdiri atas kecakapan pribadi (personal skills) dan kecakapan sosial (social skills). Kecakapan umum meliputi kecakapan mengenal diri, belajar, beradaptasi, mengatasi masalah, berpikir, kemandirian dan bertanggung jawab. Sedangkan kecakapan sosial (social skills) meliputi kecakapan berkomunikasi, bekerja kooperatif dan kolaboratif serta sikap solidaritas. Kecakapan  khusus terdiri atas kecakapan akademis dan kecakapan vokasional. Klasifikasi Life Skills (kecakapan hidup) digambarkan sebagai berikut.


 


Bagan  1. Klasifikasi Life Skills (Kecakapan Hidup)

 

Kecakapan kesadaran diri (self awareness) meliputi kesadaran diri sebagai hamba Tuhan, makhluk sosial dan makhluk lingkungan serta kesadaran terhadap potensi diri dan dorongan untuk mengembangkannya. Kecakapan berpikir dan bernalar (thinking skills) terdiri dari kecakapan mengenali informasi, kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan dengan cerdas serta kecakapan memecahkan masalah secara arif dan kreatif. Kecakapan komunikasi (social skills) meliputi kecakapan mendengarkan, berbicara, membaca dan kecakapan menuliskan pendapat atau gagasan. Kecakapan akademik (academic skills) meliputi kecakapan mengidentifikasi variabel, menghubungkan variabel, merumuskan hipotesis dan kecakapan melaksanakan pendapat atau penelitian. Kecakapan vokasional (vocational skills) terdiri dari kecakapan vokasional dasar dan kecakapan vokasional khusus.

 

Menurut Yusuf (2003) Konseling Lfe Skills(Kecakapan Hidup) merupakan suatu pendekatan yang integratif untuk membantu klien agar mampu mengembangkan keterampilan membantu dirinya sendiri (self helping). Pendekatan dalam Konseling konselinglife skills sebagaimana yang dikemukakan Jones (2012) berdasarkan pada empat asumsi berikut :

1)   Banyak masalah yang dibawa kepada konselor merupakan refleksi hasil belajar klien.

2)   Walaupun faktor-faktor eksternal berkontribusi terhadap masalah klien, tetapi yang paling berpengaruh adalah kelemahan klien dalam berpikir dan bertindak untuk mengatasi masalah tersebut.

3)   Konselor yang efektif adalah yang mampu menciptakan (supportive helping relationship) dan melatih klien agar memiliki keterampilan berpikir dan bertindak.

4)   Tujuan utama Konseling adalah membantu klien agar mampu membantu dirinya sendiri (self helping) dengan cara mengembangkan keterampilan bepikir (thinking skills) dan bertindak (action skills) sehingga dapat mengatasi masalah yang dialaminya sekarang dan mampu mencegah terjadinya masalah di masa depan.

 

Tujuan konseling kecakapan hidup lebih diutamakan  membantu klien mengubah kecakapandalam memecahkan masalah yang mendasari masalah-masalahnya yang berkepanjangan (Jones, 2012). Hal ini berarti tidak hanya fokus pada upaya membantu klien mengelola masalah-masalahnya saja. Karena menurut Jones (2005) membantu klien mengatasi masalah saja seringkali membuat klien mengalami kekambuhan di waktu-waktu lain. Oleh karena itu konseling ini bertujuan untuk mengembangkan pribadi yang trampil/cakap. Adapun ketrampilan hidup esensial yang dibutuhkan seseorang-seseorang dikelompokkan menjadi 5R (Jones, 2012), yakni:

1)   Responsive, mencakup kesadaran eksistensial, kesadaran perasaan, kesadaran motivasi dari dalam dan kepekaan pada kecemasan dan rasa bersalah.

2)   Realisme, yakni ketrampilan berpikir.

3)    Relasi, yakni ketrampilan menjalin relasi dengan orang lain, misalnya: pertemanan, penegasan, mengelola kemarahan dan memecahkan problem relasi.

4)   Aktivasi rewarding, yang meliputi: ideentifikasi minat, ketrampilan bekerja, ketrampilan belajar, mengelola waktu luang, dan merawat kesehatan fisik

5)   Right-and-wrong, mencakup: minat sosial, dan kehidupan etis.

 

Sukartini (2003) menegaskan bahwa konseling life skills sangat menghargai pentingnya latihan dan fasilitasi yang diperlukan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan hidup yang lebih baik. Berdasarkan asumsi pendekatan dalam Konseling life skills, tujuan Konseling life skills adalah :

a.    Memberdayakan atau membantu klien agar dapat membantu diri sendiri (self helping) dengan cara mengembangkan keterampilan berpikir (thinking skills) dan bertindak (action skills) sehingga dapat mengatasi masalah yang dialaminya sekarang serta mampu mencegah terjadinya masalah di masa depan;

b.    Klien menjadi manusia terampil yang memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk hidup secara efektif dalam menghadapi berbagai aspek kehidupan.

 

Jones  (2012) mengemukakan tahapan dalam Konseling Keterampilan Hidup sebagai berikut :

1)   Tahap Relating

Mengembangkan suasana konseling yang nyaman,    mengidentifikasi klien dan mengklarifikasi permasalahan klien

2)   Tahap Understanding

Tahap ini terdapat 2 (dua) tahapan yaitu

a)   Asses problem(s) and redefine in skills term (menaksir/menilai permasalahan klien dan mendefinisikan kembali masalah pokok klien kedalam terminology keterampilan

b)   State working Goal and plan intervention (merencanakan intervensi dan merumuskan tujuan yang akan dicapai klien)

3)   Tahap Changing

Tahap ini terdapat 2 (dua) tahapan yaitu :

a)   Intervence to develop self helping skills (memberikan intervensi untuk mengembangkan keterampilan klien agar dapat menolong dirinya sendiri) pada tahap ini konselor melatih agar klien dapat mengembangkan ‘Self Talk’ Positifnya

b)   End and Consolidation self Helping skills (mengakhiri konseling dan mengkonsolidasikan keterampilan self helping klien sudah ada pada diri klien atau belum)

 

Metode untuk menangani klien dalam memecahkan masalah klien di mana klien dapat memonitor feeling (perasaan), physical reaction (reaksi fisik), mind (pikiran), dan communication (komunikasi) adalah dilakukan dengan beberapa metode. Metode tersebut adalah sebagai berikut :

1)   Metode Buku Harian Jurnal, metode ini konselor meminta klien untuk menuliskan contoh –contoh spesifik situasi bermasalah yang sedang dirasakan klien.

2)   Bagan frekuensi, metode ini memfokuskan pada berapa kali klien memikirkan suatu pikiran atau melakukan perilaku tertentu . berapa kalikah klien menggunakan ‘self Talk’ negative ketika menghadapi permasalahan tertentu. Sebaliknya berapa kali klien menggunakan self positifnya dikala menghadapi permasalahan.

3)   Mengisi logs/format LogsSituation, Thought, and Consequences(STC Logs format). Selanjutnya format di buat sebagaimana mestinya berisikan Situation, Thought and  Consequences. Nelson-Jones (2012).  Format yang dimaksud yaitu: 

 

 

Tabel. STC logs format

 

Situation

Thought

Consequence

Contohpertanyaanidentifikasi

Apa yang telahterjadipadadirianda?

Apa yang terpikirkanolehandadalamsituasitersebut

Bagaimanakah yang andarasakan/tindakanandaterkaitkonsekuensidarisituasidanpikiran yang anda

 

4)   Metode selanjutnya yaitu metode verbal, vocal dan  bodily communication logs. Syarat metode ini klien diajak untuk menyadari diri (self awarnes).  Sehingga metode ini untuk mengintervensi rendahnya komunikasi verbal, vokal dan tubuhya.  Nelson –Jones (2012)

 

Berkaitan dengan ‘Self Talk’ Jones (2012) mengemukakan tahapan mengembangkan ‘Self Talk’.berikut adalah langkahnya.

1)      Alerting Self Talk, instruksi dasar dari gumaman  (self Talk) seseorang pada dimensi ini adalah yang bersifat menyiagakan instruksi,

2)     Calming Self Talk. Calming self talk merupakan cara untuk menenangkan pikiran berupa gumaman yang dapat menenangkan perasaan dan pikiran.

3)     Coaching Self Talk, Coaching selftalk ini digunakan pada klien untuk menguatkan klien tersebut agar dapat menjalankan tugas-tugas yang dalam kerangka mencapai tujuan (goal setting).

a)    Affirming selftalk. Affirming selftalk memfokuskan pada mengingatkan diri sendiri tentang faktor-faktor yang signifikan menguatkan diri menyelesaikan masalah. Affirming selftalk  terdiri dari beberapa aspek, yaitu: (1) klien dapat mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa dirinya dapat mengatasi masalah, (2) klien dapat mengakui kekuatannya. Seringkali klien mencemaskan  mencemaskan situasi sulit, dan pada saat yang sama klien lupa akan kekuatan yang dimilikinya, (3) klien dapat menjadi lebih percaya diri jika mereka diakui oleh para pendukungnya bisa jadi teman sebayanya, saudara-saudaranya, pasangan, atau orang yang ia kagumi.

 

Menggabungkan self talk,  self talk dapat digunakan sebelum, selama dan setelah situasi bermasalah. Seringkali, pernyataan-pernyataan yang bersifat menyiagakan, menenangkan, mengajari, dan mengafirmasi digabungkan.

 

2.        Karakter Baik

Karakter baik dalam makalah ini didefinisikan sebagai perilaku baik yang dilakukan berulang oleh seseorang. Karakter merupakan hasil perilaku seseorang yang dilakukan berulang (Covey, 1997) bahkan secara simultan perilaku berulang ini sebagai cikal bakal terjadinya watak seseorang, dengan diawali bagaimana ia memandang (persepsi) mempengaruhi perilaku.

 

Pendidikan formal sudah diamanatkan untuk penguatan pendidikan karakter ini. Merujuk pada peraturan pemerintah No. 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), pasal 3 disebutkan bahwa PPK dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter terutama meiliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggungjawab.

 

Abdulah Gymnastiar (2013) dalam bukunya membagi empat kuadran karakter yang masing masing memiliki kekhasan yang terlihat dalam perilaku seseorang. Keempat kuadran karakter tersebut, yaitu: Karakter Kuat, Karakter Baik, Karakter Lemah, Karakter Jelek. Kuadran karakter tersebut bila digambarkan maka terlihat seperti di bagan sebagai berikut :

 






Bagan di atas memperjelas bahwa dalam diri manusia terdapat secara umum empat karakter sebagai ciri yang melekat pada diri seseorang. Antar kuadran tersebut dapat bergabung sehingga menjadi perpaduan karakter yang menjadi tampilan mencolok dalam perilaku seseorang. Gabungan karakter tersebut yaitu :

1)   Karakter Baik - Kuat

2)   Karakter Baik – Lemah

3)   Karakter Jelek – Lemah

4)   Karakter Jelek – Kuat

 

Karakter gabungan yang pertama adalah Karakter BaKu (Baik Kuat) bila dua karakter ini bergabung maka akan menghasilkan seseorang produktif dalam berbuat kebaikan. Karakter BaLem (Baik Lemah) bila dua karakter ini bergabung maka akan menghasilkan karakter seseorang tidak produktif berbuat kebaikan. Karakter JeLem (Jelek Lemah) bila dua karakter ini bergabung maka akan menghasilkan karakter seseorang tidak produktif berbuak kejelekan. Karakter JeKu (Jelek Kuat) bila dua karakter ini bergabung maka akan menghasilkan karakter seseorang menjadi produktif berbuat kejelekan.

 

C.        PEMBAHASAN

Teknik Konseling Pengarahan Diri dalam mengembangkan Karakter Baik ini  berkaitan erat dengan penggunaan Coping Self Talkdalam mengarahkan dirinya sendiri (diri siswa).  Coping Self Talk adalah cara seseorang menggunakan Self Talknya (gumaman/dialog diri) dalam Mengarahkan diri dalam mempertimbangkan atau menghentikan pikiran negatif dan self talk negatif yang terstimulan (terangsang) oleh adanya situasi yang negatif.  Secara umum Mekanisme terjadinya perilaku manusia dalam perspektifKonseling Pengarahan Diri mempunyai alur sebagai berikut :



Situasi ------ Self Talk ------- Tindakan-------Konsekuensi

 

 

Situasi, didefinisikan sebagai keadaan, suasana, kejadian di lingkungan  yang berada diluar seseorang.

Self Talk, adalah gumaman yang keluar sebagai respon situasi yang terjadi.

Tindakan, adalah perilaku yang muncul sebagai implementasi dari Self Talk yang keluar.

Konsekuensi, adalah keadaan yang terjadi sebagai hasil dari tindakan yang dilakukan.

 

Berkaitan dengan ‘Coping Self Talk’ (cara mengelola Self Talk) Nelson-Jones (2012:268) mengemukakan beberapa jenis atau dimensi ‘Self Talk’ atau coping Self Talk. berikut adalah dimensi atau jenis-jenis coping self talk yang dapat digunakan sesuai dengan kondisi negatif atau stres yang dihadapi.

 

Adapun Tahapan Prosedur Konseling Pengarahan Diri dalam mengembangkan Karakter Baik tersebut sebagai berikut :

1.    Tahap Alerting Self Talk, instruksi dasar dari gumaman  (Self Talk) seseorang pada dimensi ini adalah bersifat menyiagakan instruksi.

2.    Tahap Calming Self Talk. Calming self talk merupakan cara untuk menenangkan pikiran berupa gumaman yang dapat menenangkan perasaan dan fikiran, gumamannya bisa seperti ini “rileks”,” tenang”, “santai saja”.

3.    Tahap Coaching Self Talk, Coaching selftalk ini digunakan pada diri konseli untuk menguatkan konseli agar dapat menjalankan tugas-tugas dalam kerangka mencapai tujuan (goal setting).

4.    Tahap Affirming selftalk. Affirming selftalk memfokuskan pada mengingatkan diri konseli tentang faktor-faktor yang signifikan menguatkan diri menyelesaikan masalah. Affirming selftalk  terdiri dari beberapa aspek yaitu

a)   Pertama, konseli dapat mengatakan kepada diri sendiri bahwa diri konseli dapat mengatasi masalah.

b)   Kedua, konseli  dapat mengakui kekuatan anda sendiri.

c)    Ketiga, konseli dapat menjadi lebih percaya diri jika Anda diakui oleh para pendukung anda bisa jadi teman sebaya, saudara-saudara, pasangan, atau orang yang anda kagumi.

 

Konselor selanjutnya melatih konseli Menggabungkan coping self talk,  coping self talk dapat digunakan sebelum, selama dan setelah situasi bermasalah. Konselor melatih konseli membuat pernyataan – pernyataan yang bersifat menyiagakan, menenangkan, mengajari, dan mengafirmasi konseli.

 

Gumaman itu disebut Self TalkSelf Talksecara etimologis ‘Self’ berarti ‘Diri’ sedangkan ‘Talk’ adalah Berbicara. Jadi Self Talk adalah perilaku seseorang yang berbicara pada diri sendiri sebagai respon terhadap situasi yang menimpa dirinya. Self Talk ini ada yang positif dan ada yang negative. Keduanya sangat berpengaruh pada motivasi dan perilaku. Untuk lebih jelas, berikut disajikan dalam tabel Pola respons self talk dan konsekuensi perilaku.

 

Tabel. Pola Respons Self Talk dan Konsekuensi Perilaku

No

Situasi

Self Talk

Konsekuensi perilaku

1

Negatif

Positif

Positif

2

Negatif

Negatif

Negatif

3

Positif

Negatif

Negatif

4

Positif

Positif

Positif

 

 

Tabel tersebut memperjelas pola-pola yang sering dilakukan seseorang. Terlihat jelas motivasi atau semangat, atau konsekuensi positif akan muncul bila self talknya positif. Bila Self Talk Positif, situasi apapun baik negative maupun positif tetap akan menghasilkan perilaku baik.

 

Prosedur umum Konseling Pengarahan Diri adalah menggabungkan antara Teknik Relaksasi (relaksasi pikiran) dan mendengarkan Self Talk positif. Relaksasi pikiran dibutuhkan karena pada saat pikiran merespon situasi yang dilihat, didengar dan dirasakan terjadi, pilihan respon spontan yang muncul hanya 2 (dua) yaitu positif dan negatif untuk merespon situasi tersebut. Keadaan memilih respon positif dan negatif ini, membuat pikiran kacau/bimbang (confius). Kondisi kacau ini bisa diredakan dengan relaksasi pikiran. Selanjutnya self talkpositif ini akan membimbing dan bahkan menutupself talk negatif. Bila self talk negatif yang berkembang pada keadaan kekacauan pikiran dalam merespon situasi maka  dapat berpengaruh pada tindakan negatif, bila tindakan negatif maka konsekuensi yang didapatkan negatif. visualisasi prosedur umum Konseling Pengarahan Diri sebagai berikut :

 




Bagan Langkah-langkah Konseling Pengarahan Diri

 

 


 

Bagan tersebut menerangkan bahwa langkah melaksanakan teknik konseling pengarahan diri diawali oleh konselor melatih relaksasi pikiran agar sebelum bertindak/berperilaku konseli berada pada kondisi kondusif dalam berpikir. Latihan ini bertujuan agar konseli mampu berperilaku yang kondusif pada sat ia dihadapkan pada sebuah permasalahan. Sehingga bila konseli sulit berjumpa dengan konselor maka ia dapat melakukannya sendiri tanpa bantuan konselor.

 

Langkah berikutnya konselor melatih konseli untuk mendengarkan self talk positif dengan cara alerting self talk  kemudian afirming self talk. Berikut ilustrasi dalam praktek teknik konseling pengarahan diri tersebut yang pernah dipraktekan oleh penulis.

 

Situasi Tugas Sekolah (PR) belum selesai

 

Langkah – langkahnya sesuai dengan bagan langkah-langkah Konseling Pengarahan Diri. Situasi pada saat tugas sekolah belum selesai (PR) biasanya emosional yang muncul dan terdorong keluar seperti panik dan  marah, maka yang pertama kali harus dikendalikan/diarahkan oleh self talk positifnya yang dirasakan terjadi pada siswa agar terjadi sebuah arah perilaku positif berikut script hasil praktek penulis terhadap konseli: 

1.    Relaksasi

     Setelahnya konselor mendengarkan konseli dalam mengungkapkan masalah yang dirasakan terjadi pada dirinya, konselor memandu konseli untuk masuk ke tahap relaksasi pikiran.

2.    Self Talk

     Setelahnya konseli terlihat memahami langkah relaksasi, konselor menjelaskan tahap berikutnya yaitu Alerting Self Talk.

3.    Tahap Afirming Self Talk

Setelahnya konselor melihat ada kemajuan konseli reda paniknya atau cemas dan khawatirnya maka konselor melanjutkan ke Afirming Self Talk. 

 

Setelah konselor melaksanakan sesi konseling pengarahan diri, konselor memberikan pertanyaan feedback untuk mengecek keefektifan latihan pengarahan diri tersebut.

 

Konseling pengarahan diri ini bertujuan agar berkembangnya self talk positif sebagai dimensi yang mengerahkan perilaku seseorang. Apabila seseorang dalam dirinya sudah berkembang dengan baik self talk positifnya maka perilakunya pun mengarah pada perilaku positif. Karena perilaku terarah pada perilaku positif, kalau berulang dilakukan maka jadilah sebuah karakter yang berkembang pada diri seseorang.

 

D.       KESIMPULAN

Konseling Pengarahan Diri dalam mengembangkan Karakter Baik siswa dalam karya ilmiah ini dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:

 

1.    Konseling Pengarahan Diri dapat mengembangkan Self Talk Positif pada konseli sehingga konseli mampu berfikir lebih jernih dan tenang sehingga konseli mampu mengambil keputusan dan mengarahkan perilakunya sendiri kearah positif dalam menyikapi problem yang dihadapi.

2.    Perilaku yang dilakukan berulang ulang akan membentuk sebuah karakter, sehingga bila konseli sudah mampu mengembangkan self talk positifnya maka perilaku yang diharapkan diulang adalah perilaku baik/positif

3.    Karakter baik merupakan perilaku baik yang diulang oleh seseorang sehingga pada prinsipnya dapat dikembangnkan dengan cara mengarahkan perilaku untuk selalu baik pada saat menghadapi problem yang dihadapi.

4.    Inti konseling pengarahan diri adalah konselor melatih self talk yang ada pada diri seseorang agar pada saat ia berada pada situasi bermasalah, self talk yang aktif dalam merespon situasi bermasalah tersebut tetap self talk baik. Self talk yang baik ini mampu mengarahkan perilaku seseorang pada perilaku baik.

 

DAFTAR PUSTAKA

Covey, Stephen R. (1997). 7 Habbits highly efective people.

Gymnastiar, Abdullah. (2013). Karakter BAKU.

Jones, Richard-Nelson. (2005). Practical Counseling and Helping skills. California : Sage publication

_________________. (2007). Life Coaching Skills : How to Develop Silled Clients. London:  Sage Publications

_________________. (2012). Introduction to Counseling Skills: Text and Activities. Sage Publication Ltd.

Lazarus, Richard S and Sussan Folkman (1984). Stress Appraisal, and Coping. New York : Springer Publishing Company, Inc

Nurihsan, Juntika. (2003). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara.

Nur Iman, Firman R. (2016). Self Counseling Technique for Stress management. Majalengka : Progressive Consulting Indonesia

_________________. (2014). Efektivitas Konseling Keterampilan Hidup untuk meningkatkan keterampilan mengelola stress Siswa. Bandung : Tesis, Universitas Pendidikan Indonesia, tidak diterbitkan

wkonselor

Senantiasa berdaya upaya menjadi makin efektif menjalani kehidupan sehari-hari dan ingin membantu orang lain agar menjadi lebih efektif pula.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama