KONSELING SINGKAT BERFOKUS SOLUSI (KSBS) UNTUK PENGUATAN KARAKTER SISWA

 


Penulis: Redita Yuliawanti, S.Pd.,MA. 
(GurBK SMA Negeri Yogyakarta)

Penerapan KSBS dalam Mengembangkan Karakter Kebangsaan

pada Siswa Kelas X di SMAN 6 Yogyakarta


Intisari

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan program yang dicanangkan pemerintah dan perlu penyikapan oleh seluruh stake holder dunia pendidikan. Lima pilar karakter yakni nilai religius, nasionalis, mandiri, integritas, dan gotong-royong menjadi karakter kebangsaan yang berperan sebagai landasan berperilaku siswa. Dalam rangka memfasilitasi pengembangan karakter kebangsaan siswa, diperlukan layanan bimbingan dan konseling (BK) yang mampu mengatasi persoalan-persoalan pribadi siswa dengan sasaran pengembangan  potensi  dan  kekuatan  karakternya.  Artikel  ini  mengulas sebuah intervensi yang bertujuan untuk mengembangkan karakter kebangsaan siswa melalui konseling. Intervensi yang dipilih adalah model konseling singkat berfokus solusi (KSBS). Intervensi dilakukan pada tiga siswa, diukur menggunakan   metode   SOAP   (pencatatan   proses   konseling)   dan   form penilaian tugas rumah. Terdapat tiga sesi individual dengan tujuan untuk membantu siswa membangun solusi dari masalahnya sendiri. Hasil yang diperoleh  menunjukkan  adanya  perubahan  yang  positif  dari  ketiga  siswa dalam upaya mengatasi permasalahan pribadi yang dialaminya sekaligus pengembangan  empat  karakter  dominan   dimaksud.  Teknik-teknik  yang terbukti efektif antara lain mengidentifikasikan masalah dan menetapkan tujuan,  miracle  question,  scaling  question  serta  survei  mengenai  potensi positif diri.

 

PENDAHULUAN

Tantangan arus globalisasi dan proses demokrasi yang semakin kuat dan beragam di satu pihak, sementara di pihak lain dunia persekolahan sepertinya lebih mementingkan penguasaan pengetahuan dan mengabaikan pendidikan  nilai/moral.  Kondisi  ini  merupakan  alasan  yang  kuat  bagi Indonesia   untuk  membangkitkan   komitmen   dan   melakukan   pendidikan karakter (Retnowati, 2010). Banyak siswa bermasalah karena ketidak- efektifannya dalam mencari dan menggunakan suatu solusi. Kebingungan dalam pengambilan  keputusan  bukan  karena  tidak memiliki  solusi  namun lebih kepada ketidakpahaman siswa akan potensi kekuatan karakter yang dimiliki  dan cara  pandang siswa  terhadap tujuan yang akan  diraih  dalam hidupnya. Siswa menjadi bermasalah karena ia meyakini bahwa ketidak- bahagiaan atau ketidak-sejahteraan ini berpangkal pada dirinya, dan melihat setiap tantangan sebagai masalah hidup, bukannya sebagai potensi meraih sukses.  Untuk  itu,  diperlukan  konseling  yang  fokus  terhadap  kekuatan karakter dan cita-cita yang akan diraih siswa tersebut.

 

Mengembangkan karakter kebangsaan siswa menjadi tantangan penting bagi guru BK sebagai respon atas arus globalisasi dalam pendidikan. Karakter bukan kepribadian meskipun keduanya berkaitan erat. Allport (1937) mendefinisikan   karakter   sebagai   kepribadian   yang   dievaluasi.   Artinya, karakter adalah segi-segi kepribadian yang ditampilkan keluar dari dan disesuaikan dengan nilai dan norma tertentu. Peterson dan Seligman (2004) berpendapat bahwa karakter mencakup perbedaan individual yang bersifat stabil dan umum, tetapi juga dapat berubah. Karakter dapat dikatakan sebagai sifat positif yang dapat membantu seseorang menjalani hidup dengan baik.

 

Pengembangan   karakter   menjadi   salah   satu   program   prioritas pemerintah saat ini. Hal ini tertuang dalam dokumen Nawacita bahwa pemerintah akan  melakukan revolusi  karakter bangsa. Kementerian Pendidikan   dan   Kebudayaan   mengimplementasikan   penguatan   karakter penerus bangsa melalui gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang digulirkan sejak tahun 2017. Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari Pancasila, yang menjadi prioritas pengembangan gerakan PPK yakni karakter kebangsaan berisi religius, nasionalisme, integritas, kemandirian, dan kegotongroyongan. Masing- masing nilai tidak berdiri dan berkembang sendiri-sendiri tetapi saling berinteraksi satu sama lain, berkembang secara dinamis, dan membentuk keutuhan pribadi.

 

Nilai  karakter  religius  mencerminkan  keberimanan  terhadap  Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan  kepercayaan  yang  dianut,  menghargai  perbedaan  agama,  menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial,  budaya,  ekonomi,  dan  politik  bangsa,  menempatkan  kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Adapun nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral. Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Seseorang yang berintegritas juga menghargai martabat individu (terutama penyandang   disabilitas),   serta   mampu   menunjukkan   keteladanan.   Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan  mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita. Siswa yang mandiri memiliki etos kerja yang baik, tangguh, berdaya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan   menjadi pembelajar  sepanjang  hayat.   Nilai karakter  gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan.

 

Dibutuhkan banyak strategi dalam pengembangan karakter kebangsaan siswa   agar   dalam   setiap   sikap   dan   perilakunya   tercermin   nilai-nilai kebangsaan Indonesia. Salah satu model yang dapat digunakan oleh guru BK di antaranya yakni model konseling yang singkat dan berfokus pada solusi permasalahan yang dihadapi siswa. Dalam dunia BK, dikenal suatu proses pemberian  layanan  konseling  individual  yang  berpusat  pada  solusi  yang sering  dinamakan   solution   focus   brief   counseling   atau   sering  disebut konseling singkat berfokus solusi (KSBS), di mana konseling berpusat bukan pada masalah siswa namun pada tujuan yang akan dicapai siswa.

Model konseling ini sangat dibutuhkan oleh para siswa, di mana siswa di sekolah lebih mengutamakan efisiensi waktu dan solusi daripada proses konseling dengan pendekatan yang memakan waktu lama. Siswa cenderung memiliki  keinginan  untuk segera teratasi  masalahnya.  Sebagai  pendekatan yang baru, konseling singkat berfokus solusi (KSBS) bertujuan untuk memfasilitasi siswa dalam mengkonstruksikan solusi masalah yang dihadapinya. Siswa dituntut untuk mampu mengidentifikasikan potensi kekuatan karakter dan kelebihan yang dimiliki sebagai landasan pengambilan solusi atas masalah yang dimiliki.

Tulisan ini mengemukakan tentang bagaimana intervensi dengan menggunakan KSBS untuk mengubah situasi atau cara pandang, mengubah perbuatan dalam situasi yang problematik dengan menekankan pada kekuatan karakter dan potensi yang dimiliki siswa. KSBS membantu siswa untuk mengadopsi sebuah sikap dan mengukur kemajuan langkah dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Diharapkan dengan menggagas dan mempraktikkan serta melaporkannya dalam gagasan ini dapat bermanfaat, yaitu dalam jangka pendek pengembangan karakter dan pengentasan masalah siswa, dan jangka panjang sebagai menjadi pendekatan alternatif model layanan bagi siswa yang memiliki kesibukan di atas rata-rata siswa pada umumnya sehingga waktu yang dimiliki untuk berkomunikasi sangat terbatas.

 

KSBS mempunyai asumsi-asumsi bahwa manusia itu sehat, mampu (kompeten), memiliki kapasitas untuk membangun, merancang ataupun mengkonstruksikan solusi, sehingga individu tersebut tidak terus menerus berkutat dalam problem-problem yang sedang ia hadapi. Manusia tidak perlu terpaku pada masalah, namun ia lebih berfokus pada solusi, bertindak dan mewujudkan  solusi  yang  ia  inginkan  (Arjanto,  2011).  Shazer  dan  Dolan (2007) berpendapat bahwa tidaklah penting untuk mengetahui  penyebab dari suatu masalah untuk dapat menyelesaikannya dan bahwa tidak ada hubungan antara masalah-masalah dan solusi-solusinya. Bagian dari proses dalam KSBS adalah membantu konseli untuk berpikir mengenai tindakan-tindakan yang dapat mereka lakukan daripada memikirkan bagaimana cara agar situasi yang ada dapat berubah. Teknik-teknik yang digunakan antara lain miracle questions, yakni memberikan satu pertanyaan kepada individu agar ia dapat membayangkan bagaimana bila keajaiban datang menghampirinya dan semua permasalahannya terselesaikan. Tujuan miracle questions adalah untuk memperluas pandangan konseli terhadap segala   kemungkinan   yang   dapat terjadi  dan membantu klien dalam membangun skema pemecahan masalah. Kedua,  scaling  question,  yaitu  pertanyaan  tentang  berapa  bobot  yang diberikan konseli terhadap apa yang dialami ataupun yang dilakukan dirinya. Pertanyaan  ini  diwujudkan  dalam  visualisasi  skala.  Ketiga,  yaitu  solution focused goal, yaitu pertanyaan tentang tujuan yang ingin dicapai dalam hidup konseli sebagai rangkaian dari  solusi. Keempat  exception  questions,  yaitu pertanyaan tentang saat di mana konseli tidak menganggap masalah sebagai suatu masalah atau pada saat permasalahan itu belum ada.    Terakhir, yaitu compliment, yaitu pertanyaan atau pujian tentang perubahan positif yang mungkin  telah terjadi/dilakukan  konseli sebelum mengikuti  KSBS dengan maksud   agar   konseli   terdorong   untuk   menggali   sumber daya yang dimilikinya.

 

Tahapan KSBS

PEMBAHASAN

 

Pemilihan model Konseling Singkat Berfokus Solusi (KSBS) didasari atas asumsi efektivitas dan ketepatan pengambilan solusi bagi siswa. Model KSBS mengusung landasan pemecahan masalah yang bersumber pada potensi dan kekuatan karakter siswa. Pemilihan model KSBS berpedoman pada hasil analisis angket kebutuhan siswa kelas X yang diambil tanggal 14-15 Agustus 2017, bahwa peta kebutuhan dan permasalahan siswa didasarkan pada bidang layanan Pribadi 47.9%, bidang Sosial 17.28%, bidang Belajar 25.83%, dan bidang  Karir  8.9%.  Dengan  dominasi  persentase  kebutuhan  pribadi  yang besar,  maka  guru   BK  menggunakan  strategi  layanan  responsif,  yakni konseling  sebagai  alternatif  penanganan,  sehingga  model  KSBS  dipilih sebagai bentuk layanannya.

 

Penerapan model KSBS dilakukan secara sistematis dan terintegrasi dalam pemberian layanan konseling. Tahap awal konseling dilakukan dengan identifikasi permasalahan siswa atau tahap Masalah. Dilanjutkan eksplorasi potensi dan kekuatan karakter yang dimiliki, yakni tahap Motivasi, dan ketiga tahap  pemilihan  alternative  pemecahan  masalah  yang  dinamakan  Solusi. Skema ini dilakukan secara berulang-ulang sampai siswa memahami tujuan dan menerapkan solusi yang dipilihnya. Implementasi model KSBS dilakukan dalam tiga sesi konseling, masing-masing sesi sesuai kesepakatan dilakukan secara singkat yakni 30 menit. Langkah yang dilakukan guru BK di antaranya:

 

1.  Memanggil siswa, dan kemudian melakukan analisis permasalahan dan tujuan di sesi pertama. Langkah ini nantinya sebagai dasar dalam menentukan solusi permasalahan siswa. Hasil observasi guru BK tertuang dalam peta konseli. Dalam peta konseli diharapkan siswa mengetahui potensi  diri  dan  karakter  yang  menjadi  ciri  khasnya.  Hal  ini  sebagai langkah pengembangan karakter kebangsaan. Di sesi pertama siswa juga diajak untuk membuat SMART goals, yakni tujuan terencana dan realistis sebagai   langkah   pengambilan   solusi.   Di   akhir   sesi   ini   guru   BK memberikan tugas untuk diisi dan direnungkan di rumah, berkaitan dengan refleksi  karakter  yang dominan  dan  pembuatan  tujuan  realistik dengan metode scaling question.

 

2.  Melakukan konseling untuk mengetahui kondisi-kondisi pengecualian dan menggali nilai-nilai positif yang dimiliki siswa di sesi kedua. Penggalian situasi-situasi spesifik dilakukan siswa dengan mengisi form situasi. Selain itu Guru BK juga memberikan tugas rumah untuk diselesaikan siswa berkaitan  dengan  eksplorasi  potensi,  sifat,  dan  karakter  positif  yang dimiliki oleh siswa tersebut.

 

3.  Di  sesi  ketiga,  guru  BK  mengajak  siswa  menilai  langkah  yang  sudah diambil dan dipilih oleh siswa berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Konseling ini didukung dengan rangkuman tujuan yang disesuaikan dengan karakter dominan dan dipilih berkaitan dengan solusi yang akan diambil. Dalam sesi ini guru BK  mengajak siswa membangun kembali solusi yang tepat bagi masalah yang dirasakan.

 

Sebagai akhir dari penerapan model ini, dilakukan evaluasi terhadap proses yang dilalui dengan menggunakan parameter kepuasan siswa terhadap implementasi model. Kriteria evaluasi meliputi: a) kepuasan siswa terhadap proses yang berlangsung pada setiap sesi, b) sejauh mana permasalahan siswa sudah teratasi dengan mengikuti serangkaian sesi KSBS, c)          kepuasan siswa  terhadap  kinerja  dan  sikap  guru  BK  sebagai  fasilitator  selama  sesi konseling, d) kenyamanan siswa selama sesi konseling, dan e) kepuasan siswa terhadap konseling singkat berfokus solusi secara keseluruhan.

 

Subyek KSBS yang Dilaksanakan

 

Penerapan model KSBS ini difokuskan pada tiga orang siswa, yang memiliki prioritas kebutuhan dan permasalahan terbesar, yang dinilai guru BK membutuhkan pendampingan konseling. Tiga siswa yang mendapat layanan model KSBS adalah Siswa 1 (X MIPA 2), Siswa 2 (X MIPA 6), dan Siswa 3 (X IPS 1).

 

Metode dan Teknik Analisis Intervensi

 

Data proses konseling diperoleh melalui form SOAP atau Subjective, Objective, Assessment dan Planning yang merupakan salah satu prosedur pencatatan proses konseling. Data kemajuan atau evaluasi perubahan siswa didapatkan melalui tahapan dari Prochaska, Diclemente & Norcross (1992) yakni tahap prakontemplasi, kontemplasi, persiapan, tindakan, mempertahankan dan mengakhiri. Data mengenai tugas-tugas siswa diambil melalui form penilaian  tugas.  Identifikasi  karakter  kebangsaan  dilakukan  dengan  self report.

 

Masing-masing siswa memiliki tahap perubahan yang berbeda di tiap sesi konseling. Siswa 1 memulai sesi konseling tahap kontemplasi untuk mengetahui tujuan realistis yang akan dibangun dan penggalian nilai-nilai karakter positif yang dimiliki. Sementara siswa 2 dan siswa 3 sudah dalam tahap  preparasi  untuk  mewujudkan  tujuan  realistik  yang  dimiliki  dan menggali lebih dalam potensi karakter yang dikembangkan. Di sesi kedua, siswa 1 memperoleh kemajuan   ke tahap preparasi dengan   lebih siap mewujudkan  tujuan  realistis  dan  mengenali  kondisi-kondisi  pengecualian serta memutuskan bahwa kemandirian merupakan karakter dominan yang dia miliki.   Siswa   2   juga   mengalami   kemajuan   perubahan,   yakni   telah memutuskan untuk mengembangkan integritas sebagai karakter dominan yang dia miliki, sementara siswa 3 tidak mengalami perubahan dengan tetap berada di  tahap  preparasi,  masih  mempertimbangkan  langkah  yang  dipilih  sudah benar dengan dominasi nilai religius di tahap ini.

 

Di  sesi  ketiga,  siswa  1  dan  2  mengalami  perubahan.  Dari  tahap preparasi menjadi aksi, dan dari tahap aksi menjadi penguatan. Keduanya telah memilih untuk mempertahankan karakter dan meraih tujuan realistis dengan mengembangkan karakter tersebut. Siswa 3 mengalami kemajuan perubahan ke tahap aksi. Ketiga siswa sama-sama berada di tahap preparasi dan aksi, di mana dominasi sesi ini adalah dalam menetapkan tujuan realistis dan mempersiapkan diri menyusun langkah strategis penyelesaian masalah. Siswa 3 bahkan mampu mencapai tahap penguatan, yakni menjaga komitmen terhadap keputusan yang diambil di sesi konseling kedua.

 

Berdasarkan  terstimoni  dari  siswa  yang  didampingi  menggunakan model ini, secara umum semuanya memiliki permasalahan pribadi yang berkaitan dengan belum kuatnya tujuan hidup dan kebingungan dalam mencermati karakter positif yang dimiliki. Di sisi lain, siswa menganggap lingkungan   baik   secara   langsung   maupun   tidak   langsung   merupakan kompetitor  yang  memberikan  tuntutan  dan  tekanan  sehingga  para  siswa merasa tidak berharga. Permasalahan inti siswa ada pada perasaan-perasaan negatif seperti kerisauan, kebingungan dalam mengembangkan karakter yang tepat serta rasa tidak percaya diri dan kebimbangan terhadap langkah-langkah yang akan diambil di masa depan.

 

Melalui model KSBS terlihat adanya perbedaan dalam memandang harapan atau tujuan-tujuan (goals) hidup pada siswa. Pada siswa 3 dengan kondisi fisik difabel (tunanetra) ada nilai karakter religius yang tersirat yakni sikap pasrah kepada Tuhan mengenai keyakinannya atas potensi yang dimiliki dan rencana karir di masa depan. Ekspresi yang menunjukkan adanya unsur kepasrahan atau berserah diri kepada Tuhan tidak menjadi warna utama pada siswa lainnya. Yang unik dari perbedaan tersebut adalah munculnya jawaban miracle questions pada siswa difabel bahwa kekurangan yang dimiliki tidak menghambatnya untuk menunjukkan kapasitas diri. Karakter religius menjadikan dirinya memperoleh ketenangan dan memiliki kesempatan belajar dengan ketidaksempurnaan   yang dimiliki dan menjadi salah satu hal yang mampu menjadi solusi kekurangmantapan terhadap tujuan yang dipilih. Komponen yang juga penting untuk dibahas adalah komunikasi, yakni mengenai bagaimana siswa mengemukakan perasaan dan pendapatnya untuk menghindari situasi yang tidak mengenakkan. Komunikasi mampu membuka karakter mandiri, di mana siswa berinisiasi bertanya pada guru BK tentang bagaimana mereka memanfaatkan potensi yang dimiliki.

 

Banyaknya informasi yang diperoleh dari lingkungan dan website, menjadikan  siswa-siswa  ini semakin percaya  diri  dan  berani  memutuskan solusi yang akan dipilihnya. Temuan yang diperoleh adalah adanya kesadaran bahwa sikap diam dan pasif adalah  sikap  yang  sebaiknya  diubah  karena menurut   para   siswa,   sikap   tersebut justru menghasilkan perasaan negatif dan menghambat mereka dalam memenuhi tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Siswa  menemukan  insight  tersebut  setelah  menjalani  tugas  rumah  dalam salah satu sesi berupa sebuah eksperimen sederhana untuk menilai kebiasaan positif dan siapa diri mereka. Dengan eksperimen sederhana tersebut, siswa berlatih mengembangkan integritas dengan mengamati diri sendiri. Nilai integritas tercermin dalam setiap tugas dan pemantuan hasil melalui scale question. Terkadang siswa ragu dan tidak yakin dengan potensi dan sifat positifnya, secara jujur mengakui bahwa dirinya belum berusaha keras sesuai tujuan  yang  ditetapkan.  Kejujuran  dan   keterbukaan   dalam  setiap   sesi konseling selalu diapresiasi oleh guru BK dengan memberikan motivasi dan dukungan terhadap solusi yang dipilih siswa sendiri.

 

Empat nilai karakter dari karakter kebangsan yakni nilai religius, mandiri, integritas, dan gotong royong mewarnai setiap sesi konseling. Satu nilai yakni nasionalisme belum dapat dikembangkan dengan terbatasnya sesi konseling yang dimiliki.

 

PENUTUP

Dalam tulisan ini, konseling singkat berfokus solusi (KSBS) dapat digunakan untuk mengembangkan karakter kebangsaan siswa kelas X yaitu nilai religius, mandiri, integritas, dan gotong royong. Hasil yang dirasakan siswa adalah munculnya solusi dan penetapan tujuan hidup sebagai indikator peningkatan karakter siswa.

 

Siswa mampu mengatasi perasaan negatif dan menentukan secara mandiri  solusi  atas  masalah  yang  dihadapi.  Fleksibilitas  pelaksanaan  dan durasi yang singkat membuat siswa tidak bosan dan terlihat semangat setiap sesi konseling dilaksanakan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Allport, G.W. (1937). Personality: Apsychological Interpretation. New York: Henry Holt and Company

Arjanto,P.2011. SolutionFocused Brief   Therapy     (SFBT).(Online)  tersedia

di:      http://-paularjanto-blogspot.co.id/2011/06/solution-focused-brief- therapysfbt .html diakses 22 September 2016

Peterson, C. & Seligman, M.E.P. (2004). Character strengths and virtues: A

handbook and classification. New York: Oxford University Press, Inc. Prochaska, J. O., DiClemente, C. C., & Norcross, J. C. (1992). In search of

how  people  change:  Applications  to  addictive  behaviors.  American

Psychologist, 47(9), pp. 1102-1114.

Retnowati, T.H. (2010). Membangun Karakter Siswa Melalui Pelajaran Batik Di Sekolah, Makalah disajikan pada Seminar Nasional Dalam rangka Dies Natalis Ke 46 UNY,Selasa, tanggal 16 Mei 2010, Auditorium UNY.

Shazer, S., Dolan, Y., (2007). More than Miracles: The State of Art of Solu- tion- Focused BriefTherapy. NewYork:    The Haworth Press.

wkonselor

Senantiasa berdaya upaya menjadi makin efektif menjalani kehidupan sehari-hari dan ingin membantu orang lain agar menjadi lebih efektif pula.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama